Oleh: Fahri Zulfikar
(Mahasiswa)
Candi yang terletak di Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Candi Cetho namanya, dibangun pada abad ke-15. Bangunan itu berdiri ketika Kerajaan Majapahit – yang berpusat di Jawa Timur – memasuki masa akhir kejayaannya.
Sampai saat ini Candi Cetho menjadi tempat ibadah umat Hindu yang aktif digunakan oleh umat Hindu yang tinggal di sekitarnya. Selain menjadi tempat ibadah, Candi Cetho juga menjadi objek wisata religi dan budaya bagi masyarakat umum.
Ada peninggalan sejarah
Seorang penjaga candi mengatakan Candi Cetho ditemukan oleh seorang arkeolog Belanda yang bernama Van de Vlies sekitar tahun 1842.
Pertama kali ditemukan keadaan tempat peribadatan ini sangat memprihatinkan. Hanya terdapat 14 teras dengan kondisi batuan sudah ditutupi oleh lumut. “Pemugaran selanjutnya dilakukan oleh Humardani seorang asisten pribadi Presiden Soeharto pada tahun 1970,” sambungnya.
Berdasarkan penelitian ilmuwan dan arkolog, bangunan itu diperkirakan berdiri pada 1451-1470 atau saat Raja Brawijaya V di Majapahit berkuasa. Fungsinya untuk ritual tolak bala dan ruwatan yakni tradisi jawa karena pada masa tersebut kerajaan majapahit banyak terjadi kerusuhan dan permasalahan kerajaan.
Ada pemandangan di atas awan
Candi bersejarah yang berada di lereng Gunung Lawu menyimpan keistimewaan. Selain karena letaknya yang berada di ketinggian Gunung, warga dan pengelola tidak banyak melakukan promosi seperti tempat-tempat wisata lain yang gencar promosi melalui media-media yang ada.
Mereka menjaga kesucian kompleks itu sebagai tempat peribadatan serta situs sejarah yang langka. Hingga saat ini, destinasi tersebut masih tetap dikunjungi banyak orang karena berita dari satu wisatawan ke wisatawan lain atau dari media yang datang sendiri untuk menyebarkan informasi. Istimewa!
“Masyarakat di sini masih menjaga candi sebagai tempat yang suci untuk peribadatan, sehingga ketika ada wisatawan berkunjung wajib mengikuti peraturan yang telah berlaku,” ucap Eko, penjaga basecamp jalur pendakian Gunung Lawu saat ditemui di rumahnya.
Hal yang membuat tempat ibadah ini semakin istimewa ialah letaknya yang berada di atas awan. Ya! Jika beruntung, wisatawan akan menjumpai pemandangan awan yang terbentuk di lereng Gunung Lawu berada di bawah ketinggian candi.
Ada jalur pendakian
Tak hanya sebagai wisata religi dan budaya. Bangunan cagar budaya itu juga menyimpan jalur pendakian Gunung Lawu yang belum begitu akrab di telinga para pendaki gunung. Umumnya, para pendaki Gunung Lawu mendaki melalui jalur Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang yang berada di daerah Magetan.
Selain karena mudah dijangkau kendaraan umum, jalur pendakian Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang merupakan jalur yang pendek jika dibanding jalur pendakian Candi Cetho. Bahkan jika dilihat dari peta jalur pendakian, jalur Candi Cetho memiliki jarak tempuh dua kali lipat dari jalur Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang.
Maka dari itu jalur pendakian Candi Cetho masih tergolong sepi. Padahal jalur pendakian Candi Cetho menyimpan sabana luas serta surga peninggalan sejarah lainnya.
“Memang jalur ini belum seramai dua jalur lainnya. Padahal Jalur ini (Candi Cetho) terbilang masih sangat asri, bersih, dan alami dibandingkan dengan jalur Cemoro Sewu ataupun Cemoro Kandang,” papar Eko selanjutnya.
Ada jalur yang terjangkau
Terletak di Lereng Gunung dengan ketinggian 1.400 meter di atas permukaan air laut, Candi Cetho terbilang mudah dijangkau untuk wisatawan yang ingin berkunjung. Meskipun wisatawan harus melewati jalan berliku tajam dan terjal, namun tidak masalah. Karena sepanjang jalan mendekati Candi Cetho, ada suguhan panorama lautan kebun teh yang sedap dipandang.
Dan bagi para pendaki juga tidak perlu khawatir mengenai jalur tempuh, karena untuk menuju Basecamp pendakian, pendaki bisa menggunakan kendaraan pribadi berupa mobil atau motor hingga ke area Candi Cetho.
Jalan menuju Candi Cetho termudah jika wisatawan memakai kendaraan umum ialah dari arah Solo. Wisatawan naik bus jurusan Terminal Tawangmangu kemudian turun di Terminal Karang Pandan dengan ongkos sekitar Rp 10.000,00-15.000,00 /orang.
Dari terminal Karang Pandan dilanjutkan naik angkot ke terminal Kemuning dengan ongkos Rp 7.000,00-10.000,00 /orang. Lalu dari terminal atau pasar Kemuning, wisatawan maupun pendaki bisa naik ojek menuju Candi Cetho dengan ongkos Rp 20.000,00-30.000,00 /orang.
Bila tidak ada ojek yang sedang mangkal, wisatawan maupun pendaki juga bisa meminta tumpangan kendaraan yang biasa ditemui mengangkut daun teh beserta hasil kebun yang lain sampai Candi Cetho. Hal itu biasa terjadi. Menarik kan?
Ada tiket yang murah
Nah! untuk anda yang beragama Hindu atau yang ingin melakukan ibadah di Candi Cetho biasanya tidak dikenakan tarif masuk namun jika ingin tetap membayar juga tidak apa-apa. Sementara untuk yang beragama non hindu untuk tiket sekali masuk siapkan saja uang untuk tiket masuk sekitar Rp 7500/Orang. Cukup murah bukan?
Sedangkan biaya lain adalah sewa kain, seikhlasnya untuk biaya perawatan. Setelah masuk wisatawan bebas menikamati pemandangan yang disuguhkan Candi cetho dengan tetap bersikap santun terhadap alam dan terkhusus sebuah tempat peribadatan.
Nah bagaimana? Ada apa di Candi Cetho? Tentunya ada berbagai keistimewaan yang wajib untuk anda lihat…