Tradisi Barong Ider Bumi akan memeriahkan libur Lebaran di Banyuwangi. Ritual tolak bala ini akan menghibur warga maupun wisatawan di Banyuwangi.
“Tradisi Barong Ider Bumi selalu digelar setiap tahun. Ada banyak filosofi yang ingin disampaikan dari Tradisi Barong Ider Bumi. Yang jelas, tradisi tersebut untuk menyeimbangkan antara kehidupan dan alam,” ujar Bupati Banyuwangi, Azwar Anas, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/6/2019).
Tradisi Barong Ider Bumi akan digelar Kamis (6/6/2019) mulai pukul 14.30 WIB di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Untuk diketahui, ider bumi berarti berjalan mengelilingi tanah tempat berpijak. Warisan dari leluhur ini sudah digelar selama ratusan tahun dan diharapkan bisa membuat desa dan penghuninya hidup tentram sekaligus sejahtera.
Tradisi Barong Ider Bumi diyakini muncul tahun 1840 saat desa sedang terserang wabah. Imbasnya, banyak warga yang menjadi korban. Warga pun mengalami gagal panen karena tanaman diserang hama.
Kemudian muncul masa packelik dengan waktu yang panjang sehingga sesepuh desa meminta saran kepada Mbah Buyut Cili. Pencerahan pun datang melalui mimpi. Warga desa diminta melakukan arak-arakan Barong sebagai penolak bala yang dilakukan keliling kampung.
Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, MY Bramuda, mengungkapkan, Tradisi Barong Ider Bumi sangat unik dan menarik. Tradisi ini terus dipertahankan dan kini menjadi daya tarik pariwisata Banyuwangi.
“Para leluhur dahulu mencari cara untuk menolak bala. Munculah Tradisi Barong Ider Bumi. Mereka lalu mengarak Barong keliling desa. Tradisi ini lalu dilakukan secara turun temurun dan berlangsung hingga sekarang. Keberadaan Tradisi Barong Ider Bumi sangat unik dan menarik. Tradisi ini tentu jadi daya tarik Banyuwangi dan selalu menarik perhatian wisatawan,” katanya
Masyarakat Kemiren percaya Barong yang digambarkan memiliki sayap bisa menjaga desa. Adapun ritualnya diawali dengan permainan angklung oleh sesepuh desa. Kemudian Barong pun diarak keliling desa sambil diiringi nyanyian Jawa berisi doa kepada nenek moyang dan Tuhan Yang Maha Esa. Saat mengarak, mereka mengenakan baju adat Using dengan dominasi warna hitam.
Arak-arakan dimulai dari pusaran (gerbang masuk desa) lalu menuju arah barat ke tempat mangku baron (pintu keluar desa) dengan jarak tempuhnya sekitar 2 km. Sepanjang jalan, tokoh adat akan melakukan tradisi Sembur Utik-Utik, tradisi menebarkan uang logam, beras kuning, dan kembang di dalam bokor yang menjadi simbol penolak bala.
Uniknya, uang logam yang dibawa harus bernilai Rp 99 ribu dan jumlah bunganya 9 rupa. Angka 9 ini merujuk Asmaul Husna yang berjumlah 99.
Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional II Kemenpar, Adella Raung, mengatakan Tradisi Barong Ider Bumi menjadi bentuk pelestarian budaya. Makna lain yang tersirat adalah bentuk penghormatan kepada leluhur.
“Ada banyak filosofi dari Tradisi Barong Ider Bumi. Semua akhirnya bermuara kepada Tuhan, termasuk makna angka 9. Bukan sekadar tradisi, di sini ada pesan religi yang besar. Penyelenggaran tradisi ini memang wujud pelestarian budaya. Selain itu, penghormatan generasi berikutnya kepada leluhur,” jelasnya.
Pelaksanaan ritual 2 dari setelah Lebaran juga memiliki makna khusus. Sejak dahulu, Tradisi Barong Ider Bumi digelar setiap tanggal 2 Syawal. Angka 2 menjadi simbol komposisi keseimbangan berpasangan dalam hidup dan alam. Sama seperti falsafah hidup manusia, ada baik dan buruk serta ada juga hitam dan putih. Bahkan alam juga memiliki keseimbangan berupa siang dan malam.
Keseluhuran rangkaian ritual ditutup dengan tradisi selamatan. Prosesi ini memakai Tumpeng Pecel Pitik yang merupakan kuliner khas Banyuwangi. Kuliner ini berbahan utama ayam kampung muda. Setelah disembelih, ayam kampung dibersihkan dan dipanggang secara utuh di perapian.