Sebuah kisah menceritakan, ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat yang berada di hadapannya.
“Bagaimana pendapat kalian, jika kalian dapat berganti-ganti pakaian di pagi dan sore hari. Makanan yang dihidangkan kepada kalian juga berganti-ganti. Kalian juga bisa menghias rumah kalian seperti kalian menghias Ka’bah?”
Kemudian para Sahabat menjawab, “Kami ingin hal itu dapat terjadi, Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kami ingin hidup makmur.”
“Sesungguhnya, hal itu pasti terjadi. Tetapi, keimanan kalian di hari ini lebih baik daripada keimanan kalian di hari itu,” kata Rasulullah.
Apa yang sebenarnya dilihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga kemudian kata-kata indah itu terucap dari lisannya? Pakaian, makanan, keimanan, apakah hubungan dia anntaranya?
Jika dicermati kejadian yang diperankan oleh seorang Sahabat yang mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan baginda juga mencintainya.
Ketika cahaya Islam pertama kali turun secara sembunyi-sembunyi, dan disambut tanpa keraguan sedikitpun oleh Sahabat Utsman bin Mazh’un radhiyallahu ‘anhu.
Beliau merupakan salah satu Sahabat yang pernah hijrah ke Habasyah, karena ketika itu beliau didera berbagai siksaan oleh pemuka kafir Quraisy yang menyebabkan ia dan Sahabat-Sahabat seperjuangannya tidak bisa bergerak bebas di siang hari dan tidak bisa tidur nyenyak di malam hari.
Melihat penderitaan yang berangsur-ansur ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sahabat hijrah ke Madinah Al-Munawarrah. Di sana mereka dapat beribadah dengan tenang.
Hingga akhirnya pada suatu hari, Ustman bin Mazh’un memasuki sebuah masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat ketika itu sedang duduk di dalamnya.
Melihat betapa kondisi Utsman bin Mazh’un radhiyallahu ‘anhu, membuat hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersentuh.
Beberapa Sahabat bahkan meneteskan air matanya. Apa sebenarnya yang mereka lihat dari Ustman bin Mazh’un sehingga sampai meneteskan air mata?
Lihatlah, Ibnu Mazh’un itu ia mengenakan pakaian lusuh dan penuh sobekan yang ditambal dengan jahitan dari kulit unta.
Ia berjalan dengan langkah tenang memasuki masjid. Pakaian yang penuh sobekan itu sama sekali tidak membuatnya malu terhadap Sahabat lain.
Ia pun tidak mengharap pujian dan perhatian dari siapapun. Sahabat Utsman mengenakan pakaian ketaqwaan yang tidak kasat mata oleh manusia, namun mendapat perhatian sepenuhnya dari Allah Subhaanahu wata’alaa. Ia hanya mengharap wajah Allah Subhaanahu wata’alaa dan ridha-Nya.
Sebab kesederhanaan dapat menumbuhkan perasaan iman pada pelakunya. Harta benda yang tidak ditampakkan itu ampuh untuk meniadakan kesombongan.
Kesombongan hanya akan membuat hidup pelakunya menjadi tidak tenang. Inilah suatu hal yang menciptakan kedamaian di kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya.
Mereka pun tidak memandang dunia sebagai kehidupan. Bahkan cenderung meninggalkan kenikmatan agar Allah Subhaanahu wata’alaa memberikan semua kenikmatan-Nya di dunia, juga di Surga kelak.
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…