Oleh Trias Wahyu Saputra
Jalan-jalan atau piknik tidak harus jauh dan mahal. Terkadang kita hanya perlu jeli untuk melihat sekitar untuk menyadari bahwa banyak tempat wisata di dekat rumah. Kesadaran inilah yang membawaku blusukan ke daerah ini.
Suatu daerah yang berada di tengah pemukiman dan tidak terlihat pintu retribusi yang megah, namun menyimpan keindahan.
Daerah ini menawarkan potensi wisata yang unik. Daerah ini merupakan sebuah gang yang di kanan kirinya terdapat bangunan-bangunan tua. Ya, sore itu aku berkunjung ke sebuah daerah bernama Gang Rukunan.
Gang ini berlokasi di Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta, tepatnya berada di Kampung Alun-Alun. Gang ini sendiri terletak kurang lebih 400 meter di selatan Masjid Agung (Masjid Gedhe) Kotagede.
Lokasi yang sulit ditemukan sebenarnya, namun menarik karena sebelum ke sana, aku telah disuguhi jalan kecil berliku khas Kotagede. Suasana mistis dan eksotik terus terasa saat aku melangkah menuju Gang Rukunan.
Aku memang memutuskan untuk berjalan kaki saja. Menurutku, Kotagede terlalu kecil dan damai untuk disusuri dengan sepeda motor atau mobil. Apalagi Kotagede bukanlah wilayah yang luas, namun menyimpan begitu banyak bukti sejarah yang indah dan memesona.
Bukti-bukti ini seringkali tersembunyi di pinggir gang, di pojok jalan, atau bahkan jalan itu sendiri. Sehingga perlu ketelitian untuk menemukannya. Ketelitian ini tidak akan aku temukan jika aku memutuskan naik sepeda motor. Lagipula lebih enak berjalan kaki dan menikmati suasana sore yang sejuk dan tenang.
Setelah berjalan cukup jauh dan lelah mulai mendera, aku disambut sebuah gerbang sederhana namun unik. Inilah pintu masuk gang rukunan yang oleh tim peneliti jurusan Teknik Arsitektur UGM disebut sebagai jalan masuk ke area “Between Two Gates”.
Sejenak aku terpana. Kemudian segera saja kulangkahkan kaki memasuki Gang Rukunan Kampung Alun-Alun.
Benar-benar indah. Aku tak bisa berhenti memuji kehebatan manusia dalam mencipta. Rumah-rumah joglo renta namun terlihat kokoh terpampang di depan mata. Berbagai ukiran kayu, ornamen di tiang penyangga, dan bentuk persegi di daun jendela dan pintu menambah eloknya rumah.
Lebih takjub lagi, karena rumah ini dibangun pada abad 19. Ini berarti umur rumah itu sudah ratusan tahun.
Di tengah joglo yang berhimpitan ini aku temui tegur sapa ramah dari para pemilik rumah. Para ibu asyik berbincang sembari sesekali tertawa bersama. Di tengah gang terdapat pendopo yang nampaknya digunakan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Pendopo dibangun dengan arsitektur jawa yang kental, namun terlihat baru.
Selain pusat kegiatan, pendopo juga berfungsi sebagai pendukung, karena menyimpan banyak informasi mengenai rumah di Gang Rukunan. Di pendopo inilah aku bertegur sapa dengan seorang bapak, warga di Gang Rukunan ini.
Bapak ini bernama Joko dan merupakan salah satu pemilik rumah. Dari bapak inilah aku dapatkan cerita menarik di Gang Rukunan. “Rukunan sebetulnya bukan nama dari gang ini, tapi lebih kepada sebutan dan doa agar orang di sini rukun terus”, tutur Pak Joko.
Ah, lengkap sudah perjalananku sore ini. Mulai dari suasana sore yang syahdu, liku-liku gang kecil yang rumit namun mengasyikan, dan beberapa rumah joglo tua nan indah di Gang Rukunan. Akan tetapi semua itu semakin dilengkapi dengan kejadian tidak sengaja yang kualami. Saat tersadar, ternyata salah satu rumah di Gang Rukunan merupakan rumah salah satu teman.
Benar saja, teman yang dulu sempat mengisi acara di kampungku. Hanya sayang, dia tidak ada di rumah. Tak pernah kusangka, tempat yang dulu pernah kukunjungi, sekarang telah menjadi tempat wisata yang indah dan menyejukkan. Tak sia-sia blusukanku kali ini.