Di tengah pemandangan gurun yang menakjubkan di Semenanjung Sinai, Mesir, seorang perempuan Badui bernama Umm Yasser terlihat sedang membawa kelompok wisatawan asing. Ia menunjukkan sebuah tanaman dan menjelaskan dengan rinci bagaimana itu bisa digunakan untuk pengobatan.
Ini adalah pemadangan yang langka, di mana seorang perempuan Badui, secara keseluruhan di Timur Tengah bisa menjadi seorang pemandu wisata. Selama ini, tidak ada perempuan yang bekerja di luar rumah, dan bahkan jarang sekali yang berinteraksi dengan orang luar, selain keluarga mereka.
Yasser adalah perempuan Badui pertama yang bekerja di luar rumah. Ia menjadi pelopor yang membuktikan bahwa Kaum Hawa bisa setara dengan laki-laki, meskipun ia berasal dari komunitas yang selama ini dianggap sangat tradisional atau konservatif.
“Ini bertentangan dengan budaya kami, tapi perempuan membutuhkan pekerjaan,” ujar Yasser sebagaimana diberitakan al-Arabiya.
Selain Yasser, ada tiga perempuan Badui lainnya yang bekerja sebagai pemandu wisata di Semenanjung Sinai. Menurutnya, tak sedikit orang yang mengolok-olok mereka karena menggebrak perubahan di kalangan masyarakat konservatif tersebut.
“Saya tidak peduli, saya seorang perempuan yang kuat,” jelas Yasser.
Yasser menjadi bagian dari Sinai Trail, sebuah proyek di mana masyarakat Badui di wilayah gurun Mesir tersebut berkumpul dengan tujuan mengembangkan pariwisata. Didirikan pada 2015, proyek ini telah menyiapkan jalur sepanjang 550 kilometer melalui pegunungan terpencil di semenanjung.
Proyek ini didirikan setelah melewati wilayah dari delapan suku yang berbeda, yang masing-masing memberikan kontribusi untuk panduan wisata. Sinai Trail telah berhasil mendatangkan sejumlah pendapatan bagi suku-suku itu, yang sering mengeluh karena tersisih dari pengembangan pariwisata utama di Sinai selatan, wilayah yang terkenal dengan resor dan pemandangan pantai, serta safari gurun.
Selama ini, seluruh pemandu wisata adalah laki-laki. Namun, salah satu pendiri Sinai Trail yang berasal dari Inggris, Ben Hoffler mengatakan proyek tersebut tidak cukup jika tidak melibatkan perempuan Badui.
“Bagaimana kami bisa dipercaya dan menyebut proyek ini sebagai Sinai Trail, jika perempuan tidak terlibat?” jelas Hoffler.
Tetapi, setelah bertahun-tahun mencoba mencari perempuan Badui untuk menjadi pemandu wisata, hampir semua suku di kalangan masyarakat itu menolak. Hanya satu suku yang disebut sebagai yang terkecil, tertua, dan termiskin, bernama Hamada menerima gagasan tersebut.
Perempuan Badui diizinkan untuk menjadi pemandu wisata dengan beberapa syarat. Pertama, mereka hanya bisa memandu tur bagi para turis perempuan. Selain itu, tidak boleh mengikuti tur yang membuat mereka harus menginap.
Sebelum matahari terbenam, perempuan Badui yang menjadi pemandu wisata harus kembali ke desa mereka. Selain itu, para wisatawan diminta untuk tidak memotret pemandu mereka, kecuali saat sedang mengenakan jubah dan kerudung yang menutup wajah.
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…