Ketika itu para rombongan Kabilah Quraisy menyusuri padang pasir yang tandus untuk pergi ke kota Syam. Tujuan rombongan Quraisy pergi ke kota Syam adalah untuk menjualkan barang dagangan mereka di sana.
Setibanya di Bushra (salah satu nama daerah di Kota Syam), persaingan para pedagang terjadi. Mereka saling berusaha memikat hati para pembeli dengan cara apapun agar barang dagangan mereka terjual. Akan tetapi, mereka tercengang ketika melihat sekumpulan pembeli yang hanya berpusat pada satu tempat saja. Setelah diperiksa, ternyata penjualnya adalah seorang pemuda. Mereka saling bertanya-tanya siapakah pemuda itu. Salah seorang dari kabilah Quraisy menjawab, “Thalhah bin Ubaidillah.”
Ketika Thalhah sedang sibuk menjualkan barang dagangannya tersebut, tiba-tiba seorang pendeta berteriak dengan lantangnya, “Perhatian bagi para pedagang! Siapakah di antara kalian yang berasal dari Mekah?”
“Saya, wahai pendeta.” jawab Thalhah sembari mengangkat tangannya.
Pendeta tersebut kemudian mendekati Thalhah dan berkata, “Tahukah kamu orang yang bernama Ahmad?”
“Ahmad yang mana?”
“Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini dia pasti muncul. Dia adalah penutup para Nabi. Sebaiknya kamu segera menemuinya, wahai pemuda.” ucap pendeta itu dengan rasa penuh keyakinan.
Mendengar penjelasan tersebut, membuat Thalhah bergegas pulang ke Mekah. Setibanya di sana, dia lalu menanyakan kepada keluarganya tentang kebenaran berita itu. Dan memang, perkataan yang dikatakan pendeta itu benar adanya. Keluarganya juga menambahkan bahwa Abu Bakar mempercayai dengan agama yang dibawa Muhammad dan memeluk agama yang dibawanya.
Ternyata Thalhah tidak percaya dengan hal itu. Orang yang selama ini dia kenal sebagai orang yang jujur dan tidak mudah terpengaruh dengan hasutan orang rupanya harus tunduk dan patuh dengan agama yang dibawa Muhammad. Dengan rasa tidak percaya itu, dia pergi menemui Abu Bakar dan menanyakan sendiri tentang kebenaran berita itu.
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” ucap Abu Bakar dengan penuh keyakinan.
Kemudian Abu Bakar menceritakan kejadian yang dialaminya sehingga dia memeluk agama Islam. Tubuh Thalhah gemetar mendengar ceritanya. Dia tidak menyangka betapa indahnya Islam itu. Karena ketertarikan Thalhah dengan Islam, Abu Bakar membawanya kepada Nabi Muhammad. Inilah awal mula Thalhah memeluk agama Islam.
Singkat cerita, pada saat perang Uhud berkecamuk, pasukan muslim hampir menggapai kemenangan. Namun sayangnya, pasukan pemanah yang berada di atas bukit turun hanya demi mengambil harta rampasan milik kaum kafirin yang mati terbunuh. Padahal Nabi Muhammad marah dan menyuruh mereka kembali ke tempat semula. Akan tetapi mereka memalingkan wajah dan tetap mengambil harta tersebut.
Akhirnya, pasukan muslimin banyak yang mati terbunuh dan terluka parah. Salah seorang yang terluka parah tak terkecuali Nabi Muhammad sendiri. Tidak ada orang yang berada di dekat Nabi r kecuali sebelas orang dari kaum Anshar dan Thalhah bin Ubaidillah seorang dari kaum Muhajirin.
Nabi Muhammad ingin menaiki bukit untuk berlindung. Tapi beliau dihadang ratusan orang kafirin. Lalu beliau berkata, ”Siapa yang berani melawan mereka, maka dia akan menjadi temanku di surga kelak.”
Seketika itu juga Thalhah berkata, ”Saya, wahai Rasulullah.” Rasul r menolaknya. Kemudian salah satu dari kaum Anshar mengajukan diri. Rasul berkata, ”Ya! Engkau.”
Prajurit anshar itu maju melawan pasukan kafirin hingga mati syahid. Nabi Muhammad terus menaiki bukit bersama Thalhah dan sepuluh orang Anshar. Tapi tetap saja dihadang oleh pasukan kafirin. Nabi Muhammad r berkata, ”Siapa yang berani melawan mereka ini?”
“Saya, wahai Rasulullah.” jawab Thalhah mendahului yang lain.
Rasul menolaknya lagi. Kemudian salah satu dari kaum Anshar mengajukan diri lagi seperti yang pertama. Rasul r menerimanya. Demikianlah seterusnya hingga sebelas orang Anshar gugur.
Kemudian Nabi Muhammad r menyuruh Thalhah melindunginya. Jiwa jihad Thalhah berkobar-kobar melindungi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga akhirnya Nabi Muhammad berhasil naik ke bukit yang ditujunya.
Abu bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang melihat Nabi terluka segera mendekatinya.
”Tinggalkan aku! Bantulah Thalhah, kawan kalian!” seru Nabi.
Akbirnya keduanya bergegas mencari Thalhah. Ketika ditemukan, Thalhah tergeletak di atas tanah. Badannya penuh dengan darah. Lebih dari 70 tebasan pedang, tusukan lembing dan lemparan panah membekas di tubuhnya. Pergelangan tangannya pun ikut menjadi korban perlindungan itu. Awalnya, keduanya mengira Thalhah sudah gugur. Tapi Allah I masih melindunginya. Sejak peristiwa itu, Thalhah mendapatkan gelar “Syahid Yang Hidup” karena semangatnya melindungi Nabi Muhammad.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang ingin berjalan di muka bumi setelah mengalami kematian, maka lihatlah Thalhah.”
Di dalam perang Jamal, Thalhah berperang dengan gagah berani. Semua musuh yang berada di dekatnya ia bunuh. Thalhah terus maju ke barisan musuh hingga dia tidak menyadari sebuah panah meluncur ke hadapannya dan menusuk tubuhnya. Akhirnya, dia dipindahkan ke Basrah.
Tak lama setelah Thalhah dipindah, kematian menjemput dirinya. Gelar “Syahid Yang Hidup” tak bisa selamanya ia miliki. Gelar itu hanyalah sebuah penghormatan kepadanya karena perjuangannya melindungi Nabi Muhammad yang terluka parah tanpa takut mati.