Indahnya Perjalanan Warga Muslim di Negeri Papua Nugini

Bagikan

Penduduk asli Papua Nugini (PNG) merupakan orang-orang yang berpegang kuat pada adat, tradisi dan roh-roh leluhur. Para pendatang ke tanah PNG pada awalnya merupakan para penjelajah untuk mendapatkan emas.

Yang lain datang untuk berbarter dengan penduduk lokal untuk mendapatkan barang-barang seperti kayu cendana (sandal wood) dan cangkang mutiara (mother-of-pearl shell). Sebagai gantinya para pendatang memberikan pakaian, kapak besi, dan pisau.

Orang asing lainnya datang ke PNG sebagai perekrut tenaga kerja. Mereka datang untuk mendapatkan orang lokal untuk bekerja di perkebunan di Queensland (Australia), Fiji, dan Samoa. Pada tahun 1870 dan 1880 diperkirakan sekitar 5000 orang lokal diangkut untuk bekerja di perkebunan di negara-negara tersebut.

Kelompok orang asing lainnya datang ke PNG sebagai misionaris Kristen. Pada tahun 1606, empat belas anak-anak dari Mailu diculik ke Filipina oleh penjelajah Spanyol, Torres, dan Prado. Di sana anak-anak ini dibaptis. Namun demikian aktivitas misionaris sendiri baru benar-benar dilakukan di PNG pada abad ke 19. Pos misi pertama didirikan oleh misi Katolik (1847), London Missionary Society (1871), Methodists (1875), Lutherans (1886), dan Anglicans (1891).

Perkembangan selanjutnya mulai masuk denominasi lainnya, di antaranyaSeventh-Day Adventists (1908) dan denominasi Protestan yang lebih kecil lainnya. Konstitusi yang dibentuk segera sebelum kemerdekaan PNG pada tahun 1975 mendeklarasikan PNG sebagai sebuah negara Kristen.

Dengan penduduknya yang berjumlah 8.223.878 jiwa (2016), tercatat mayoritas penduduk PNG memeluk agama Kristen (97 persen). Sisanya masih menganut animisme dan sebagian lainnya memeluk agama Islam dan Baha’isme.

Masuknya Islam di PNG

Sejauh ini belum ada catatan resmi yang saya temukan mengenai masuknya Islam di PNG. Namun demikian merujuk pada tulisan Mohammad Afzal Choudry (My Memories of Islam in Papua New Guinea, March 2008), setidaknya Islam telah masuk ke PNG pada tahun 1977-1978 lewat lima orang (India/Pakistan) yang bekerja pada Pemerintah PNG dan University of Papua New Guinea.

Selanjutnya, antara tahun 1979-1980 dibentuk Regional Islamic Da’wah Council of South East Asia and Pacific(RISEAP) di mana Dr Qazi Ashfaq Ahmad, seorang Associate ProfessorTeknik Mesin pada University of Texhnology Lae PNG, menjadi anggota dan vice president. Selanjutnya pada tahun yang sama, Dr. Qazi mendirikan Islamic Society of Papua New Guinea(ISPNG) di Lae.

Pada tahun 1981, baru ada 3 orang lokal yang memeluk agama Islam di Lae, karenanya Dr. Qazi meminta Afzal Choudry mendirikan Islamic Societydi Port Moresby. Selanjutnya pada Maret 1981 didirikan Islamic Societydi Port Moresby dengan president Ahmad Badawi (Sudan), vice presidentNoorul Amin (Bangladesh) dan Afzal Choudry (Pakistan) sebagai Sekretaris.

Awalnya Islamic Societymendapat kendala dari para politisi di Pemerintahan PNG. Organisasi ini belum diakui secara legal (belum mendapat pengesahan pendaftaran) dari Pemerintah disebabkan persepsi yang salah dari para politisi PNG mengenai Islam. Atas jasa baik PM Malaysia waktu itu, Mahatir Muhammad, persoalan dapat terselesaikan dan Islamic Societymendapatkan pengesahan pada Desember 1983.

Pemeluk Islam Pertama di PNG

Orang lokal PNG pertama yang memeluk Islam adalah Alexander Dawia, seorang mahasiswa sejarah Universitas Papua New Guinea. Pada 16 Januari 1986, Alexander yang berasal dari Bougenville PNG, mengucapkan sahadat di sebuah masjid di Sydney Australia, tempat ia melakukan riset studinya.

Pada tanggal yang sama pula, seorang lokal PNG lainnya bernama Lavi-Ali, memeluk Islam. Keputusannya tersebut dilatar belakangi berita telah mualafnya seorang PNG bernama Alexander Dawia dan diskusi dan pembelajarannya mengenai Islam dengan Islamic Society.

Selanjutnya sebuah keluarga lokal menjadi keluarga pertama pemeluk Islam di PNG. Barrah Nuli, seorang pustakawan Universitas Papua New Guinea, bersama istri dan anaknya, memeluk Islam pada Desember 1986.

Keputusan memeluk Islam selanjutnya diikuti oleh orang-orang lokal lainnya, diantaranya para staf di Universitas dan juara tinju nasional PNG. Khalid Islam Apai. Lewat para mualaf inilah selanjutnya kegiatan dakwah berlanjut dan jumlah muslim lokal PNG pelan-pelan meningkat.

Jamaah Tabligh di PNG

Pada tahun 1987, Jamaah Tabligh yang pertama datang ke tanah PNG. Mereka datang dari Australia selama untuk melakukan dakwah selama seminggu di PNG. Jamaah ini terdiri dari bermacam bangsa, antara lain Malaysia, Singapura dan Australia.

Selama saya berada di Vanimo PNG pada 2013-2016, setidaknya saya pernah berjumpa dan berkenalan dengan beberapa rombongan Jamaah Tabligh yang berasal dari Indonesia. Jamaah Tabligh tersebut berpusat di India, sementara cabangnya di Indonesia berada di Jakarta.

Jamaah Tabligh asal Indonesia masuk ke Propinsi Sandaun PNG yang berbatasan darat langsung dengan Propinsi Papua Indonesia. Kegiatan Jamaah Tabligh yang melewati perbatasan RI-PNG dimulai sejak tahun 2012, disamping jalur masuk PNG melalui Port Moresby yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

Tujuan Jamaah ini adalah untuk melakukan kunjungan keagamaan kepada komunitas muslim PNG yang berada di Propinsi yang dekat dengan Jayapura, antara lain Propinsi Sandaun dan Propinsi East Sepik. Diperkirakan terdapat sekitar 30 orang PNG yang telah memeluk Islam di Propinsi Sandaun dan sekitar 50 keluarga muslim di Propinsi East Sepik.

Jumlah dan Persebaran Muslim di PNG

Diperkirakan terdapat sekitar 4000-5000 orang muslim lokal di seluruh PNG. Populasi terbesar berada di Propinsi Chimbu, Mendi dan Mount Hagen yang merupakan wilayah tengah PNG dan daerah pegunungan. Persebaran lain terdapat di ibu kota PNG, Port Moresby, dan Propinsi-propinsi lainnya, Madang,East Sepik (Wewak), danWest Sepik (Vanimo).

Kehadiran para muslim ini dipandang positif oleh masyarakat setempat, karena dapat membawa perubahan positif pada perilaku masyarakat. Masyarakat di pegunungan yang menyukai minuman keras dan mabuk, sedikit demi sedikit dapat menghilangkan kebiasaan tersebut. Perubahan perilaku tersebut berpengaruh pula terhadap peningkatan kesadaran hukum dan ketertiban yang selama ini menjadi masalah di masyarakat.

Namun demikian yang masih menjadi tantangan adalah kondisi infrastruktur dan komunikasi yang buruk, khususnya di wilayah pedalaman dan pegunungan. Kendala tersebut menyebabkan kesulitan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan makanan dan pakaian bagi komunitas muslim yang tersebar.

Demikian pula mengenai fasilitas pendidikan, buku-buku dan tenaga pengajar agama Islam yang masih dirasakan sangat kurang untuk melayani para mualaf orang asli di tanah Papua Nugini.