Ini Alasan Kenaikan Jumlah Jamaah Umroh Ramadhan 2024 Tidak Signifikan

Cara menyumbang takjil di Masjidil Haram

Bagikan

uBiasanya jamaah dari Indonesia lebih memilih umroh pada bulan suci Ramadhan, ini karena berkah dan pahala yang didapat jauh lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.

Meski begitu, pada musim puncak kedatangan jamaah umroh pada Ramadhan kali ini, diperkirakan tidak naik signifikan. Ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (SATHU), Muharom Ahmad.

Kada dia, perjalanan ibadah umroh pada bulan suci Ramadhan 1445 H /2024 M ini tidak menjadi puncak musim kedatangan jamaah jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

Menurut Muharom Ahmad, pada tahun 2024, kedatangan jamaah umroh merata di berbagai bulan karena pada pelaksanaan umroh tahun hanya tujuh bulan, yaitu dari Rabiul Awwal sampai Ramadhan.

Sedangkan pada pelaksanaan ibadah umroh tahun 2024, menjadi 11 bulan, yaitu mulai dari bulan Muharram sampai akhir bulan Dzulqa’dah.

“Sehingga relatif jumlah jamaah ini merata pada masing-masing bulan dibandingkan dulu. Dulu ramai musim puncaknya itu di bulan Maulid Nabi Muhammad, dan berakhir di bulan Ramadhan, sehingga dulu memang Ramadhan ini termasuk peak season,” kata dia, mengutip Republika, Rabu (6/3/2024).

Meski begitu, Muharom menyebut, jumlah jamaah yang ingin melaksanakan ibadah umroh pada bulan Ramadhan pada 2024 ini tetap mengalami kenaikan.

“Tetapi kalau dibandingkan bulan yang sama di tahun yang sama itu tidak signifkan kenaikannya,” terangnya.

Alasan rentang waktu umroh yang lebih panjang bukan satu-satunya. Karena selain itu, saat ini Pemerintah Saudi juga telah menyediakan akomodasi yang beragam.

Kata dia, Pemerintah Saudi lewat Kementerian Haji dan Umrah menyediakan banyak varian paket masa tinggal selama umroh, yaitu mulai dari paket tinggal 9 hari hingga 30 hari.

“Dulu kan 9 hari di 20 hari pertama Ramadhan, dan 12 atau 14 hari di 10 hari terakhir Ramadhan. Nah sekarang lebih variatif produknya. Dulu yang tersedia hanya hotel di sekitar Masjidil Haram, kalau sekarang lebih tersebar,” ujarnya.

Dengan perubahan tersebut, seorang jamaah umroh dimungkinkan berada di Masjidil Haram di Makkah sejak hari pertama Ramadhan hingga akhir bulan suci itu.

Bagi perusahaan travel umrah, perubahan tersebut menjadi tantangan tersendiri, karena harus berbagi perhatian kepada para jamaah yang varian masa tinggal berbeda-beda.

“Atensinya menjadi bertambah, karena cenderung jamaah itu tinggal lebih lama, tetapi kegiatannya lebih monoton. Mereka hanya bolak-balik dari tempat akomodasi ke masjid. Ziarah-ziarah keluar sudah relatif jarang. Karena jamaah lebih lama tinggal, mereka lebih hafal akomodasinya ke Masjidil Haram dan juga Masjid Nabawi,” tutup dia.