Ini Kisah Dibalik Nama Bukit Tiga Rasa di Lombok

Bagikan

Spot wisata Bukit Tiga Rasa di Lombok tengah ramai pengunjung. Namun, tak banyak yang tahu tentang kisah muasal penamaannya.

Bukit Tiga Rasa tengah naik daun di kalangan traveler muda di Lombok. Objek wisata baru ini dijadikan sebagai spot yang cukup diminati untuk dijadikan latar berswafoto.

Bukit Tiga Rasa berada di Desa Gelangsar, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Ketinggian bukit ini diperkirakan mencapai lebih dari 550 MDPL.

Kordiv Pokdarwis Desa Gelangsar, Suhad pada Jumat (14/6/2019) kemarin berbicang dengan tfanews.com. Suhad menuturkan mitos muasal pemberian nama Bukit Tiga Rasa.

Berdasarkan cerita yang didapat Suhad dari para tetua yang ada di Desa Gelangsar mengisahkan bahwa sekitar tahun 1800-an saat Raja Karangasem Bali, Anak Agung masih berkuasa di sebagian wilayah Lombok Barat.

Alkisah 7 orang mubalig dari Timur Tengah sengaja datang ke wilayah kedatuan Karang Bagean Mambalan. Kian lama pengaruh mubalig itu cukup mengkhawatirkan.

Anak Agung yang pada waktu itu masih memegang tampuk kekuasaan kerajaan Karangasem di Lombok merasa terancam. Dia mengatur siasat untuk mengusir 7 mubalig tersebut.

Mengetahui keselamatan diri mereka terancam, 7 mubalig itu melarikan diri ke arah utara hutan Gelangsar. Mereka berlari dan berpencar. Bala tentara kerajaan Karangasem pun terus mengejar dari belakang.

Satu orang mubalig bernama Syeikh Zaid Ahmad dikepung puluhan tentara. Satu tembakan peluru mengenai lengan kanannya. Ia masih bertahan dan terus berlari ke arah utara.

Tembakan kedua kembali dilancarkan ke arah bahu Syeikh Zaid Ahmad. Dia masih mencoba bertahan dan terus berlari. Pada tembakan yang ketiga kalinya mengenai punggung hingga peluru menembus tepat di bagian ulu hatinya.

“Tiga kali rasa tembakan peluru atau yang dalam bahasa daerah Lombok disebut ‘telu kali merase’ itulah muasal penamaan Bukit Tiga Rasa,” tutur Suhad.

Keberadaan sebuah makam yang lokasinya kini tak jauh dari Kantor Desa Gelangsar diyakini sebagai kuburan Syeikh Zaid Ahmad. Di hari tertentu, kata Suhad, makam itu juga sering dikunjungi oleh para peziarah.

Bagi traveler yang masih penasaran, cobalah datang. Spot ini terbuka selama 24 jam. Ada warung kopi di sana. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Gelangsar juga sedang meyiapkan pembangunan taman baca di atas sebuah pohon.

Bisa dibayangkan nikmatnya sambil baca buku ditemani segelas kopi kampung. Traveler juga akan dapat menikmati lanskap Kota Mataram dari kejauhan.