Ambarawa Kabupaten Semarang menyimpan bangunan tua penuh kenangan pahit. Tempat itu dulunya adalah kamp konsentrasi Ambarawa yang dikelola Jepang.
Lokasinya kini menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Pertanian Pembangunan (SMK SPP) Kanisius Ambarawa Jawa Tengah. Berikut ini adalah sejarah kelam bangunan tersebut pada masa lalu.
Perang dunia
Perang dunia membawa derita dan nestapa kepada manusia dari berbagai negara. Di saat prajurit militer berbaku tembak dan hantam, masyarakat sipil ikut merasakan kekejaman mereka.
Di antaranya adalah orang-orang Barat yang dikumpulkan di Ravensbruck Ambarawa Jawa tengah. Ini adalah kamp konsentrasi terbesar bagi perempuan Belanda dan Eropa yang pernah ada di Jawa, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945).
Namun seiring berjalannya waktu, kisah sedih penuh derita kemanusiaan yang pernah terjadi di kamp konsentrasi Ambarawa ini pun terlupakan dan kian hilang ditelan zaman.
Jika Anda mengunjungi Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Pertanian Pembangunan (SMK SPP) Kanisius Ambarawa, maka sesekali akan melihat wanita tua. Dia sesekali melihat situasi sekitar dari balik jendela bangunan ruang pengelola.
Sorot mata tajam
Dari kerutan kulit dan garis- garis penuaan di wajahnya menandakan usia perempuan ini sudah cukup senja. Namun sisa ketajaman sorot mata masih tampak jelas dari balik kacamata ovalnya.
Pandangan itu terus menyapu setiap sudut ruang terbuka maupun bangunan tua kompleks sekolah yang berada persis di belakang Sekretariat Paroki Gereja Santo Yusuf Ambarawa atau gereja Jago ini.
Sejenak kemudian, pandangannya berhenti pada ruang perpustakaan — di bagian tengah dari deretan ruang kelas bangunan sisi barat sekolah ini. Ingatannya pun kembali ke 76 tahun silam, saat kisah getir –yang masih terus membekas hingga sisa usianya kini– bermula.
“Sekolah ini menyimpan banyak cerita yang tak akan pernah terlupakan dalam hidup saya, walaupun orang lain kini sudah melupakannya,” ungkap Nora Sutorius Valk (89), perempuan tersebut, baru- baru ini.