Nora Sutorius Valk mengisahkan, Kamp Konsentrasi Ambarawa 9 dikhususkan bagi wanita dan anak- anak di bawah 15 tahun. Sedangkan anak laki- laki di atas 15 tahun menghuni kamp 8 yang menempati sekolah MULO. Kini menjadi SMP Pangudi Luhur Ambarawa.
“Demikian halnya anak- anak perempuan yang sudah berusia di atas 15 tahun, juga dipisahkan dan ditempatkan di kamp lain lagi,” katanya.
Seluruh kompleks kamp konsentrasi 9 ini dikelilingi gedek (pagar dari anyaman bambu) dua lapis. Di beberapa sudutnya ditempatkan pos penjagaan tentara Jepang, guna mengawasi lingkungan kamp ini.
Nora dan ibunya menghuni ruangan 3C, sebuah ruangan kelas berukuran 63 meter persegi. Mereka mendapatkan ‘jatah’ satu meja berukuran panjang 1 meter dan lebar sekitar 60 sentimeter sebagai tempat tidur.
Kamp Konsentrasi Ambarawa menjadi sesak
Pada gelombang awal, kondisi kamp konsentrasi ini masih cukup bersih. Ada pengorganisasian ibu- ibu yang bekerja memasak di dapur umum, memebersihkan ruangan kamp dan beberapa pembagian pekerjaan lainnya.
Di dalam lingkungan kamp masih ada kios kecil yang menjual garam, gula bahkan permen untuk anak- anak. Di luar jatah makan berupa nasi, sayur atau sup dan sedikit daging terkadang juga masih menerima susu dan roti, kendati dalam porsi yang terbatas.
“Tentara Nippon selalu mengapelkan kami untuk bisa mendapatkan jatah makan, setiap pagi, siang dan sore,” jelasnya.