Selama kurun waktu 1944, tentara Jepang terus memindahkan para perempuan Belanda dan Eropa lain ke kamp ini. Hingga ruangan kamp menjadi kian sesak, dari yang awalnya hanya 400 orang selama menjadi lebih dari 2.000 orang.
Jepang terus memasukkan interniran dari Bandung, Jogja, Solo, Magelang dan lainnya hingga ruang kamp terus menyusut akibat penuh sesak.
Matras yang awalnya 1 meter, lama- lama tinggal 80 centi meter dan akhirnya menyusut lagi menjadi hanya 50 centi meter. “Saya sampai tidak mampu mengingat lagi, bagaimana kami bisa tidur,” ungkapnya.
Bertambahnya penghuni kamp, kata Nora, menjadikan jatah makanan pun terbatas. Penghuni hanya mendapatkan jatah sarapan sedikit tepung tapioka yang harus diencerkan terlebih dahulu dengan air panas, tanpa gula atau garam.
Jatah makan bagi tiap- tiap penghuni kamp tidak dari setengah mangkuk pun menyusut hingga seperempat mangkuk. Sehingga hanya bisa bertahan 15 menit di dalam perut, sebelum rasa lapar kembali datang.
Siangnya, para penghuni kamp hanya mendapatkan setengah mangkuk jagung yang keras dan sebenarnya merupakan jagung untuk makan kerbau dengan sesendok sayur serta daging yang sudah tak lagi layak.
Tepung tapioka kembali diberikan sebaga makanan penutup, sebelum para penghuni kamp konsentrasi tidur. “Itu berlangsung selama Sembilan bulan, setelah kamp penuh dengan interniran,” lanjutnya.
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…