Jangan mengaku sebagai orang Bogor kalau belum pernah menikmati kuliner khas Bogor satu ini. Cungkring, adalah sebuah makanan yang terdiri atas cungur atau cingur, sebutan untuk mulut sapi, dan garingan seperti tempe garing.
Berawal dari keisengan orang tua Deden, yaitu Pak Jumat, yang menginovasikan bagian dari sapi yang bisa dimanfaatkan untuk dimasak, cungkring pun tercipta sejak 1975. Lambat laun, Deden lalu memanfaatkan bagian sapi lainnya seperti kikil sapi untuk dimasak, karena alasan kehigienisannya.
Kikil sapi yang telah dikupas lalu dimasak dengan cara direbus dengan menggunakan bumbu kuning yang dicampurkan kunyit. Setelah dimasak, kikil pun dipotong kecil-kecil akan bisa lebih dimakan.
Selanjutnya, penyajiannya sendiri, kikil ditemani oleh lontong berukuran kecil-kecil yang juga dipotong-potong. Lalu, kunci bumbu yang lainnya, adalah dari bumbu kacang yang menyiram lontong dan juga kikil. Serta gorengan tempe yang juga dipotong kecil-kecil, juga menambah kuliner ini semakin lezat untuk dinikmati.
Deden, yang melanjutkan usaha ayahnya karena ayahnya meninggal itu, mengatakan, sebenarnya kuliner ini bisa disebut bukan makanan berat. Sebab, banyak pembeli yang biasanya membeli lebih dari satu porsi.
“Karena memang hanya lontong kecil-kecil dan juga kikil, jadi ya bisa dibilang bukan makanan berat.” kata Deden.
Kuliner ini, diklaim merupakan kuliner cungkiring yang asli di Bogor, lantaran gorengan tempe yang khas. Sementara, cungkring yang lain di Bogor, juga menambahkan variasi lain seperti gorengan semacam bakwan. “Kalau pakai bakwan katanya sih kurang enak, lebih enak pakai gorengan tempe ini,” kata dia.
Satu porsi cungkring ini, dihargai sekitar Rp 15 ribu. Deden, masih berjualan bersama dengan keluarganya di pinggiran Jalan Suryakencana sejak pagi, hingga siang hari.