seorang tokoh sufi yang hidup pada 796 H-859 H asal Mesir, Abu al Faidh Tsaubah bin Ibrahim al Mishri atau yang lebih dikenal dengan nama Zunnun al Mishri menceritakan, pada suatu perjalanan haji, aku bertemu dengan seorang pemuda di padang pasir yang juga menuju ke arah yang sama.
Dia adalah seorang pemuda yang sangat lucu, bercahaya seperti bulan purnama, dan cinta Allah selalu nampak pada dirinya.
Zunnun berkata kepada dia, ini adalah suatu perjalanan yang sangat panjang dan sukar. Dengan kata-kata yang puitis dia menjawab, bagi mereka yang malas dan tidak mempunya dorongan, perjalanan ini sangat sukar. Bagi mereka yang hatinya dipenuhi cinta Allah, perjalanan ini merupakan kelezatan yang terasa amat dekat.
Perjalanan haji memang penuh lika liku. Pada masa Jahiliyah dulu, orang2 dari berbagai daerah datang berkumpul di Thaif. Mereka mengadu puisi dan syair-syair indah di Pasar Okkaz. Pasar itu hanya ramai sekali dalam setahun.
Di Sana ada banyak bukit batu yang tinggi. Pada hari biasa, bukit itu hanya dihuni anjing-anjing liar. Namun menjelang musim haji, mereka tersingkirkan, tergantikan oleh manusia-manusia dari sekitar Kota Thaif yang hendak berhaji.
Setelah itu, kuda dan onta jamaah haji bergerak mengisi perbekalan berupa roti-roti. Lalu berangkat menuju Makkah.
Sampai di Makkah, baju mereka penuh dengan debu-debu padang pasir. Wajah mereka lusuh. Namun mereka terus berjalan menuju Masjidil Haram. Di sana mereka membersihkan diri. Lalu melaksanakan umrah dengan khusyu.
Seperti dalam cerita di atas, perjalanan ini terasa dekat bagi mereka yang dipenuhi cinta kepada Allah. Karena ibadah di sana penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya, menjadi sangat berat jika si peziarah tidak memiliki ketaatan kepada-Nya.