Kisah Ketika Kaum Gay Jadi Mayoritas

Bagikan

Dipercaya atau tidak, isu gay, homoseksual dan lesbian, kembali naik. Dahulu hubungan ini dinilai kotor, namun faktanya saat ini hubungan semacam itu dipaksa masuk secara normal dan manusiawi. Tak sedikit oknum yang berjuang agar hubungan mereka dianggap legal dalam pernikahan. Jika ini terjadi benar-benar merusak dan mengancam keberlangsungan manusia.

Padahal dahulu tahun 1950, tidak ada satu pun negara yang melegalkan dosa warisan kaum Nabi Luth tersebut. Namun sayangnya dunia berubah begitu cepat. Kini, Amerika telah melegalkan pernikahan ini sejak tahun 2015. Kemudian pada tahun ini, diikuti oleh belasan atau bahkan puluhan negara lainnya.

Dan dalam kondisi ini, kelompok gay memposisikan dan menilai dirinya sebagai orang-orang yang dizalimi. Kemudian mereka berharap perhatian dan dihargai. Sehingga datanglah pembelaan dari aktivis HAM. Para aktivis kemanusiaan yang tidak mengenal fitrah manusia.

Namun Islam tetap konsisten, tetap membela sesuai kebenaran. Sebab, kebenaran adalah apa yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dosa Kaum Nabi Luth

Orang-orang pertama yang melakukan dosa homoseksual adalah kaum Nabi Luth ‘alaihissalam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (QS:Al-A’raf | Ayat: 80).

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS:Al-A’raf | Ayat: 81).

Khalifah bani Umayyah, al-Walid bin Abdul Malik rahimahullah, mengatakan, “Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berkisah kepada kita tentang Luth, maka aku tidak menyangka ada laki-laki berhubungan dengan laki-laki”. (Tafsir al-Quran al-Azhim).

Jangankan al-Walid bin Abdul Malik, Nabi Luth yang hidup di tengah kaum gay ini dan menyaksikan langsung perbuatan mereka, pun merasa heran. Beliau ‘alaihissalam mengatakan,

 

“Apakah kalian patut mendatangi laki-laki?” (QS:Al-‘Ankabuut | Ayat: 29).

Demikianlah fitrah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada orang-orang shalih dan memiliki kehormatan.

Nah, Jika kita perhatikan kembali sejarah, sekelompok orang atau kaum akan terlihat watak aslinya ketika mereka memiliki power. Apakah mereka menggunakan kekuatan yang mereka punya untuk kebaikan ataukah untuk keburukan?

Contohnya bisa kita lihat orang-orang Yahudi. Mengemis kepada rakyat Palestina saat pertama kali datang ke sana. Mereka bentangkan spanduk di kapal-kapal yang membwa mereka berlabuh di tanah Kan’an. Berharap masyarakat Arab, khususnya Palestina, tidak mengecewakan mereka sebagaimana orang-orang Jermah telah melakukannya. Sekarang? Dunia pun habis cara menyembunyikan kekejaman mereka.

Lalu kita juga saksikan minoritas orang-orang Syiah di negeri ini, merasa dizalimi sebagai minoriti. Bacalah apa yang dilakukan Daulah Fatimiyah (Ubaidiyah). Lihatlah apa yang terjadi di Irak dan Suriah. Mereka menampakkawa keasliannya.Cara yang sama inilah yang dipakai oleh kaum gay. Meneriakan kezaliman saat mereka sedikit. Saat mereka banyak? Bukan tidak mungkin mereka akan menyiksa, mengancam, bahkan memperkosa kaum laki-laki. Alquran telah bercerita tentang mereka. Mereka usir orang-orang yang menentang mereka.

Maka dari itu di antara kebohongan para pembela kebatilan adalah tuntutan kesetaraan, penghargaan, dan toleransi. Padahal bisa jadi merekalah orang-orang yang tidak menloransi orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka. Contoh sederhana misalnya, ketika Anda mengkampanyekan anti LGBT di sosial media seperti facebook, maka pendapat Anda tidak akan diterima, Anda akan diblokir. Atau dengan kata lain diusir dari komunitas facebook.

Jadi bisa kita nilai bahwa perilaku kaum Nabi Luth tidak layak mendapat dukungan. Dukungan yang terbaik untuk mereka adalah dorongan agar mereka sembuh dan mau mengkonsultasikan penyimpangan mereka ke psikiater atau pihak-pihak kompeten lainnya.