Dalam sejarah Islam tercatat sejumlah panglima perang terhebat sepanjang masa. Salah satunya adalah Usamah bin Zaid.
Usamah sendiri merupakan panglima Islam termuda yang ketika itu ditunjuk langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjadi panglima terakhir. Ia memimpin perang saat itu pada usia 18 tahun.
Suatu kisah, ketika itu Rasulullah Shallallahu’ alaihi wa sallam sedang sakit, lalu para musuh sengaja memanfaatkan keadaan.
Mereka mengancam kekuatan Islam dengan membuat gejolak di perbatasan Syam. Dari arah Yaman bahkan muncul seseorang yang mengaku sebagai nabi.
Di tengah kondisinya yang tak sehat tersebut, Rasulullah tetap memerintahkan perlawanan ke perbatasan Syam. Dia pun menulis surat-surat perintah untuk membasmi nabi palsu. Kemudian Nabi menunjuk Usamah sebagai panglima perang di perbatasan Syam sekaligus membawahi sahabat lainnya termasuk Umar bin Khattab.
Senagian sahabat pun mempertanyakan keputusan tersebut. Pasalnya masih banyak sahabat senior dalam pasukan, seperti Sa’ad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lainnya.
Mereka dianggap lebih pantas memimpin pasukan. Mendengar berbagai perkataan yang terdengar menye pelekan Usamah, Umar segera menemui Rasulullah. Mendengar kabar itu, Nabi Muhammad sangat marah.
Beliau kemudian bergegas menemui para sahabat di Masjid Nabawi. Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai sekalian manusia, aku mende ngar pembicaraan mengenai pengang katan Usamah? Demi Allah, seandai nya kalian menyangsikan kepemimpinannya, berarti kalian menyangsikan juga kepemimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah. Demi Allah Zaid sangat pantas memegang pimpinan, begitu pula dengan putranya Usamah.”
Rasulullah melanjutkan, “Jika ayahnya sangat aku kasihi, putranya pun demikian. Mereka orang baik. Hendaklah kalian memandang baik mereka berdua. Mereka juga sebaikbaik manusia di antara kalian.” Nabi SAW lalu kembali ke rumahnya. Mendengar sabda Rasul, kaum Muslimin mulai datang bergabung dengan pasukan Usamah.
Akhirnya sebelum berangkat ke medan perang, Usamah terlebih dahulu menemui Rasulullah yang masih sakit. Ketika sang panglima termuda mencium wajah beliau, Rasul tak mengatakan apa pun selain mendoakan sekaligus mengusap kepala Usamah.
Belum jauh pasukan bergerak. Kabar wafatnya Rasulullah datang sehingga Usamah menghentikan laju pasukannya. Selanjutnya, ia bersama Umar dan Abu Ubaidah bergegas ke rumah Sang Nabi. Melalui musyawarah yang masih diliputi kesedihan, Kaum Muslimin sepakat mengangkat Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah menggantikan Rasulullah. Abu Bakar kemudian menyuruh Usamah kembali memimpin pasukan, seperti perintah Rasulullah.
Bersama pasukannya tersebut, Usamah bergerak cepat meninggalkan Madinah menuju perbatasan Syam. Setelah melewati beberapa daerah yang masih tetap memeluk Islam, akhirnya mereka sampai di Wadilqura.
Dengan strategi perang yang sudah matang, pasukan Usamah pun akhirnya mampu mengalahkan musuh secara cepat.
Kemudian setelah 40 hari, mereka kembali ke Madinah membawa sejumlah harta rampasan perang serta tanpa jatuh korban satu pun. Sejak saat itu, putra Ummu Aiman tersebut disegani oleh para sahabat.
Waktu demi waktu terlewati. Usamah pun mengembuskan napas terakhirnya pada 53 Hijriyah atau 673 Masehi. Selama hidupnya, sudah ia dedikasikan untuk membela agama Allah.