Tanah Air mengalami sejarah kelam di masa lalu. Salah satunya ketika penjajahan Jepang, yang mengharuskan warga Indonesia bekerja paksa.
Perkebunan Teh Kaligua yang berada di lereng Gunung Slamet bagian Barat, yang masuk administrasi Kecamatan Paguyangan, Kabupatan Brebes, menyimpan sejarah kelam masa penjajahan Jepang di Indonesia. Lokasinya tak jauh dari Bumiayu yang jadi kota perlintasan di jalur dari Tegal dan Cirebon yang mengarah ke Purwokerto.
Di balik keelokan rimbun hamparan padang kebun teh yang dikelola PTPN IX, ada sebuah gua sepanjang 850 meter yang menembus perbukitan di tengah perkebunan yang berada di ketinggian di atas 1.500 mdpl ini. Gua itu digunakan sebagai tempat persembunyian tentara Jepang dari serangan musuh.
Selain diperuntukkan sebagai tempat persembunyian, Gua ini juga disiapkan sebagai tempat pembantaian romusha maupun penduduk di Brebes dan sekitarnya yang dianggap memberontak kepada pemerintahan militer Jepang.
Berjarak sekitar 1 kilometer dari pintu masuk Agrowisata Kaligua, mulut gua Jepang ini sebenarnya agak tersembunyi, tepat berada di bawah perbukitan yang dijadikan kebun teh. Kendati begitu, papan petunjuk dan gapura besar membuat mulut gua ini cukup mudah ditemui. Keberadaannya tak jauh dari kolam Tuk Bening yang ramai didatangi wisatawan.
Saat pertama kali masuk ke gua, sebuah patung serdadu Jepang berdiri dengan bedil bayonetnya akan menyambut tepat di pintu masuk. Suasana di dalamnya juga lembab. Lampu di sepanjang lorong sengaja dibuat temaram sehingga cukup membuat bulu kuduk merinding.
Suasana di dalam gua dibuat mirip dengan kondisi aslinya saat masih dipakai Jepang. Di dalam gua ini, patung-patung tentara Jepang maupun romusha yang dibuat dengan ukuran seperti aslinya. Bahkan yang bikin merinding, ada ruang yang memang secara khusus difungsikan sebagai kamar penyiksaan dan pembantaian.
Ruangan lainnya diperuntukkan sebagai ruang tahanan, kamar pasukan istirahat Jepang, pos penjagaan, gudang senjata, dapur, hingga ruang rapat pasukan. Dari lorong utama, gua ini memiliki percabangan, beberapa di antaranya diberi teralis besi agar tak dimasuki pengunjung.
Dengan jalur percabangan rumit dan panjang jauh ke perut bumi perut bumi, bisa dibayangkan penderitaan para pekerja romusha menggali kerasnya batu cadas di bawah perbukitan dengan peralatan sederhana saat itu. Tak ada catatan berapa jumlah romusha yang meninggal selama pembangunan gua pertahanan ini.
Asisten Manajer Agrowisata Kaligua PTPN IX, Marjono, mengungkapkan Goa Jepang dibangun antara tahun 1943-1945. Setelah Jepang kalah perang, goa ini sempat terbengkalai hingga akhirnya dialihfungsikan PTPN IX sebagai objek wisata pada tahun 1997.
“Yang bangun dulu para romusha. Kemudian kita jadikan tempat wisata, kita kasih paving dan dilengkapi penerangan. Ditata ulang sesuai dengan kondisi aslinya,” jelas Marjono.
Dikatakannya, Goa Jepang jadi salah satu destinasi paling menarik selain kebun teh. Pihaknya terus melakukan pengembangan kawasan perkebunan peninggalan Belanda ini. Beberapa fasilitas yang sudah tersedia antara lain camping ground, penginapan, ruang pertemuan, restoran, flying fox, hingga paralayang.
“Tahun lalu jumlah pengunjung Kaligua mencapai 35.957, paling banyak selama momen Lebaran. Tahun ini kita menargetkan jumlah pengunjung sebanyak 50.000,” ucap Marjono.