Setiap orang tentunya pernah merasakan suka dan duka. Padahal kedua-duanya mengandung nilai yang berujung pada kebaikan. Akan tetapi, tak dimungkiri bahwa sangat sulit bagi kita untuk bersyukur saat mendapat nikmat dan bersabar saat mendapat cobaan. Padahal kedua-duanya merupakan ujian bagi manusia.
Maka dari itu, kita bisa belajar dari kesabaran yang ditunjukkan oleh NabiNabi Ayub Alaihissalam. Pada awalnya, Nabi Ayub diliputi oleh nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam suatu rumah tangga yang bahagia bersama istri yang setia dan anak-anak yang mencintainya.
Namun tiba-tiba beliau ditimpa malapetaka, di mana rumah tempat tinggaknya hanyutkan karema banjir banjir, kemudian anak-anak meninggal di waktu muda, dan dirinya juga ditimpa penyakit.
Setelah beberapa bulan beliau menderita penyakit, istrinya pun berkata kepadanya, “Engkau seorang nabi dan doamu dikabulkan Tuhan. Sudah begini penderitaanmu, belum jugakah engkau hendak memohon kepada Allah agar dilepaskan dari bala bencana?”
Dengan senyum Nabi Ayub menjawab istrinya, “Saya malu mengangkat mukaku agar dilepaskan dari pada bencana yang belum lama saya tanggungkan ini. Sebab saya tidak pernah lupa berpuluh tahun lamanya saya menerima nikmat-Nya.”
Ibnu al-Jauzi berkata, “Ketika kepayahan terlewati, kebahagiaan akan mengabadi. Sebaliknya, ketika kebahagiaan terlewati, penyesalan yang akan mengabadi.”
Sementara Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang penduduk neraka yang ketika di dunia paling berlimpah kenikmatan, didatangi malaikat. Setelah dicelupkan satu kali ke dalam api neraka, ia lalu ditanya, ‘wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan? Apakah kamu pernah merasakan kebahagiaan? Ia menjawab demi Allah, tidak, wahai Tuhanku.’”
“Kemudian, seorang penduduk surga, yang ketika di dunia hidupnya paling sengsara, juga didatangi malaikat. Setelah dimasukkan satu kali ke dalam surga, ia lalu ditanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesengsaraan? Apakah kamu pernah merasakan penderitaan? ia menjawab, ‘Demi Allah, tidak pernah, aku tidak pernah merasakan kesengsaraan, tidak pula melihat penderitaan.”
Kebanyakan dari manusia menganggap bahwa musibah sebagai masalah dan kenikmatan bukan masalah.
Padahal keduanya itu memiliki tantangan yang harus dijawab. Ketika manusia diberikan nikmat, maka manusia harus bisa menjawab tantangannya. Bersyukurkah atau kufur?
Dan dari kisah Nabi Ayub di atas menunjukan betapa ia sangat sabar dalam menghadapi ujian yang sangat berat. Padahal sebelumnya, beliau selama 60 tahun hidup dalam kenikmatan.
Hal ini menunjukan bahwa kebahagiaan dan kesengsaran merupakan dua hal yang selalu beriringan. Terkadang memang kita bahagia, terkadang pula kita mendapat sengsara.