Mengenal Konsep Tanazul untuk Haji Lansia yang Ditawarkan Kemenag

Suasana mabit di Muzdallifah, konsep tanazul bagi lansia

Bagikan

Kementerian Agama (Kemenag) berencana memberlakukan Murur atau Tanazul kepada sekitar 40.000 jamaah haji lansia pada pelaksanaan ibadah haji tahun 2024.

Dengan diberlakukannya konsep Tanazul ini, diharapkan tidak terjadi kepadatan jamaah saat mabit di Mina dan Muzdalifah.

Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU), Hilman Latief, menjelaskan bahwa fatwa mengenai Tanazul atau Murur, yaitu tidak mabit di Mina dan Muzdalifah sudah ada di berbagai negara.

Hilman menjelaskan pada praktiknya, biasanya ada jemaah yang tidak mampu melaksanakan wukuf di Arafah sehingga diberikan fasilitas safari wukuf.

Setelah wukuf di Arafah, jamaah normal akan melanjutkan dengan proses mabit di Muzdalifah. Di mana umumnya jamaah normal akan melaksanakan shalat dan beristirahat.

Hilman menyebut, kapasitas Muzdalifah ini terbatas karena banyaknya jumlah haji. Dengan Tanazul, dimungkinkan jamaah yang lansia tidak turun dari bus untuk menghindari kepadatan.

“Karena kalau itu over capacity, evakuasinya berat seperti tahun lalu ya,” jelas dia.

Untuk menghindari kejadian buruk, Kemenag dan Pemerintah Arab Saudi telah melakukan pembicaraan untuk mengatasinya, yaitu dengan cara cukup melewati lapangan Muzdalifah tanpa harus turun dari kendaraan.

“Menghindari kejadian seperti itu. Nah kita dan Saudi sudah mendiskusikan mungkin cukup lewat saja, lewat lapangan itu enggak harus turun. Kalau turun, waktunya juga banyak dan kalau terlalu padat itu bahaya kita ingin dorong itu maksudnya,” terangnya.

Dia memastikan, dalam konsep Tanazul tersebut tidak diberlakukan kepada semua jamaah haji.

“[Jemaah] Sebagian. Tidak semuanya, ya 40 ribu orang lah. Kan jumlah jemaah kita 200 ribu lebih. Nah 40.000-nya hanya lewat ini yang sedang kita rumuskan dan kita juga minta penguat lah dari Majelis Ulama Indonesia,” tandas dia.

Konsultasi MUI

Kemenag berencana berkonsultasi dengan MUI pada tanggal 27 Mei tentang Tanazul atau mabit dalam bentuk lewat dan tidak perlu turun dari kendaraan.

“Dan ini kami konsultasikan juga insyaallah tanggal 27 dengan Ijtima Ulama di Sumatera, pada tanggal 27 bulan Mei ini mengenai konsep Murur atau lewat mabitnya dalam bentuk lewat di tengah malam tidak tidur beneran gitu,” ujar Hilman.

Mabit di Muzdalifah dan Mina

Para rangkaian puncak haji, jamaah akan melakukan wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah. Wukuf artinya berdiam diri mulai dari waktu zuhur.

Pada sore harinya, jamaah haji akan bergerak menuju ke Muzdalifah menggunakan bus untuk melakukan mabit atau menginap.

Jamaah haji akan menempati maktab atau tempat sesuai nomor yang telah ditentukan.

Di sana, jamaah juga akan mengambil batu untuk melaksanakan lempar jumrah di Jamarat. Proses perpindahan jemaah akan dilakukan bertahap.

Setelah berdiam diri sejenak di Muzdalifah, jemaah akan naik bus lagi menuju ke Mina. Karena jumlah jemaah yang banyak proses pemindahan jemaah haji dari Muzdalifah ke Mina bisa memakan waktu dari waktu Isya sampai Subuh.

Bahkan, tahun lalu, jemaah di Muzdalifah baru benar-benar bisa dipindahkan pada siang harinya. Ini terjadi karena jalur bus penuh oleh jemaah. Arus lalu lintas juga terhalang.

Untuk menghindari hal itu, konsep tanazul disiapkan. Artinya, jemaah yang berangkat dari Arafah lebih dari pukul 23.00 WAS, akan menuju ke Muzdalifah, lalu bus berhenti sejenak, tapi jemaah tidak turun dari bus.

Batu yang dipakai untuk melontar jumrah sudah disiapkan sejak dari Arafah. Setelah itu, bus akan langsung mengantar jemaah ke tenda yang ada di Mina.

Begitu juga dengan konsep tanazul atau murur di Mina. Jemaah haji biasanya melakukan mabit atau menginap di Mina selama kurang lebih 3 malam.

Ada dua waktu yang bisa diambil jemaah. Pertama nafar awal atau jemaah melontar jumrah pada 10 dan 11 Zulhijah kemudian keluar Mina pada 12 Zulhijah.

Yang kedua, nafar tsani dengan melontar jumrah pada 10, 11, dan 12 Zulhijah, lalu keluar Mina pada 13 Zulhijah.

Selama waktu ini, jemaah akan berjalan kaki dari Mina menuju jamarat atau tempat lontar jumrah sejauh paling dekat 4 km dan paling jauh sekitar 6 km. Artinya, jemaah harus berjalan kaki 14 km dan 16 km sekali melaksanakan lontar jumrah.

Dengan Tanazul atau Murur ini, memungkinkan jamaah yang hotelnya di kawasan Syisyah–daerah paling dekat dengan Mina–untuk tidur di hotel selama prosesi mabit berlangsung.

Dengan begitu, ada ruang yang lebih untuk jamaah lain menginap di tenda Mina.