Nasab atau garis keturunan merupakan sesuatu yang wajib dijaga dan diperhatikan oleh Islam. Teguhnya Islam dalam memperhatikan nasab, akhirnya ia pun dijadikan salah satu dari lima hal yang wajib dijaga dalam Islam. Karena itu Islam melarang perzinahan, salah satu hikmahnya agar nasab terjaga.
Perhatian Islam terhadap nasab juga menkadi salah satu indikator kedudukan seseorang. Ketika ada seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita, maka salah satu faktor yang dipertimbangkan adalah nasabnya. Meski nasab bukan segalanya karena kedudukannya masih kalah dibanding faktor ketakwaan.
Nabi yang biasa disebut khairul khalq (makhluk terbaik) dan sayyidul anbiyâ’ wal mursalîn (pemimpin para nabi dan rasul) memiliki nasab yang luar biasa sucinya.
Nasabnya tersebut dipenuhi orang-orang mulia, sehingga tak ada satu pun darinya yang berperilaku tercela. Demikian juga dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau juga memiliki keutamaan nasab. Beliau merupakan keturunan orang-orang pilihan di setiap generasinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah memilih Ismail dari anak-anak keturunan Ibrahim. Dan memilih Kinanah dari anak-anak keturunan Ismail. Lalu Allah memilih Quraisy dari anak-anak keturunan Kinanah. Kemudian memilih Hasyim dari anak-anak keturunan Quraisy. Dan memilihku dari anak keturunan Hasyim.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki ayah bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hisyam bin Abdu Manaf. Kakek Nabi, Abdul Muthalib, awalnya memiliki anak yang sedikit dan kaumnya pun meremehkannya. Saat itu dirinya sebagai seorang yang ditokohkan namun memiliki anak yang sedikit, padahal parameter kemuliaan di zaman itu adalah banyaknya anak, terutama anak laki-laki. Sebab hal itu, Abdul Muthalib bernadzar seandainya dikaruniai 10 orang anak lagi, maka ia akan mengorbankan (menyembelih) salah satu anaknya untuk dipersembahkan kepada Allah.
Ketika ia mengundi nama-nama anaknya yang keluar adalah nama Abdullah, padahal Abdullah adalah anak kesayangannya. Orang-orang Quraisy, paman-paman Abdullah dari Bani Makhzum melarang Abdul Muthalib merealisasikan nadzarnya. Akhirnya disepakati 100 onta dikorbankan sebagai ganti Abdullah.
Kemudian saat usia dirasa cukup, Abdullah dinikahkan dengan wanita bernama Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Ia adalah perempuan yang paling mulia di kalangan Quraisy, baik dari segi nasab maupun kedudukan sosial.
Setelah melewati beberapa waktu, Abdullah pergi menuju Syam untuk berdagang. Namun metika hendak kembali ke Mekah, ia jatuh sakit sehingga ia pun tinggal di tempat paman-pamannya di Madinah. Kemudian Abdullah wafat di kota yang kelak menjadi tempat hijrah anaknya ini. Ia dimakamkan di rumah an-Nabighah al-Ja’di. Saat itu usia Abdullah baru 25 tahun dan ia sedang menanti kelahiran anak pertamanya.
Beberapa tahun kemudian, Aminah menyusul kepergian sang suami. Saat itu anak pertama mereka Muhammad bin Abdullah baru menginjak usia 6 tahun (Ibnu Hisyam: Sirah an-Nabawiyah, 1:156).
Nabi Muhammad juga diasuh oleh oamannya yang bernama Abdul Muthalib. Beliau memiliki 12 orang anak, enam laki-laki dan enam perempuan. Anak-anak Abdul Muthalib yang laki-laki adalah Abbas, Abdullah, Hamzah, Abu Thalib, az-Zubair, al-Harits, Hajl, al-Muqawwim, Dhirar, dan Abu Lahab (namanya adalah Abdul Uzza). Dari nama-nama ini, kita ketahui bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki 6 orang paman.
Empat orang pamannya tersebut menjumpai masa-masa Islam. Mereka adalah Abu Thalib, Abu Lahab, namun keduanya tetap dalam kekufuran mereka, tidak memeluk Islam hingga mereka wafat. Dua orang lainnya adalah Hamzah dan Abbas, keduanya memeluk Islam dan wafat sebagai seorang muslim, radhiallahu ‘anhuma.
Adapun anak-anak perempuan Abdul Muthalib ada enam orang. Mereka adalah Shafiyah, Ummu Hakim al-Baidha, ‘Atikah, Umaimah, Arwa, dan Barrah (Ibnu Hisyam: Sirah an-Nabawiyah, 1:108-110).