Pedagang Kapau semakin dimanjakan pada zaman gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Gubernur mengakomodir penjual, kemudian pada Mei 2017, Plt Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meresmikan lokasi sementara untuk pembinaan PKL nasi Kapau.
“Kita dikasih tempat oleh Ahok, pas zaman Sutiyoso udah dikasi izin kuliner nasi kapau, lalu diakomodir oleh ahok kemudian diresmikan oleh Djarotpada saat ahok di penjara,” ungkap penjual nasi kapau, Nasir sambil menunjuk fotonya dengan Djarot yang ditempel dipojok warung.
Warungnya beberapa kali mendapat kunjungan tokoh publik. “Ada pak Bondan Winarno yang makan disini, Dorce, pemain filem itu juga langganan saya itu, banyak pemain film yang makan disini,” katanya.
20 menu
Pria yang telah memiliki 10 cucu itu mengatakan, warungnya memiliki lebih dari 20 menu. Namun, dia menyebut ada dua menu yang paling diminati, yakni nasi Kikil dan Bebek cabe hijau.
Nasir menerangkan, pengolahan kikil juga melalui proses yang cukup panjang. Kikil terlebih dahulu dibakar, kemudian di keruk bulunya dan direbus selama lima jam, sehingga rasanya empuk dan enak.
Urusan harga, Nasir mengatakan dari 20 lebih menu yang disediakan, sejak dulu tetap konsisten dengan hanya mematok harga 23 ribu per-porsi. Sebagai tambahan, es campur dengan harga 15 ribu juga tepat menemani apapun makanannya.
Hingga kini, Natsir telah mempekerjakan enam karyawan yang melayani pelanggan di sift pagi dan malam ditambah dengan satu anak dan dua cucunya. Untuk menikmati Nasi Kapau Sabana Bana Asli Bukit Tinggi H. Moh. Nasir pengunjung bisa datang kapanpun karena terbuka 24 jam non-stop.
Sementara, Muhammad Rahmad (47), salah seorang pelanggan mengungkapkan nasi Kapau milik H. Moh Nasir memiliki cita rasa asli. Rahmad yang mengaku telah mencoba seluruh nasi Kapau di Pasar Senen mengatakan, nasi Kapau H. Moh Nasir berasa berada di kampung asal. “Rasanya sesuai dari daerah asal, berasa berada di daerah sendiri,” ungkap pria asal Sumatra Barat itu.
Rahmad melanjutkan, konsep bangku dan meja panjang nenegaskan nilai tradisional Minang dipertahankan. Sebab, menurutnya, jika menggunakan kursi kultur Minang terasa hilang.
Selain itu, harga yang dipatok juga hampir sama dengan di Sumatra Barat. Rahmad menambahkan, pengelompokan kuliner berdasarkan daerah menjadi langkah bagus untuk melestarikan budaya.
“Langkah yang diambil oleh pemerintah DKI Jakarta sangat tepat. Ini bisa dilanjutkan agar bisa dicontoh oleh pemerintah di daerah,” terangnya.