Pada masa sahabat, kajian Sirah Nabi diambil dari riwayat-riwayat yang disampaikan secara turun-temurun tanpa ada yang berusaha menyusunnya dalam satu buku khusus, kendati sudah ada beberapa orang yang memperhatikan secara khusus Sirah Nabi dengan rincian-rinciannya.
Baru pada periode berikutnya, yaitu periode tabi’in, beberapa tabi’in mencoba menyusun buku Sirah Nabi. Di antara nama-nama tabi’in yang bisa dicatat dalam hal ini ialah Urwah bin Az-Zubair yang meninggal dunia pada tahun 93 H.
Selanjutnya, Aban bin Utsman bin Affan yang meninggal dunia pada tahun 105 H, Wahb bin Munabbih yang meninggal dunia pada tahun 110 H, Syurahbil bin Sa’ad yang meninggal dunia pada tahun 123 H, Ibnu Syihab Az-Zuhri yang meninggal dunia pada tahun 124 H, dan Abdullah bin Abu Bakr bin Hazm yang meninggal dunia pada tahun 135 H.
Namun sangat disayangkan, Sirah Nabi yang pernah mereka tulis itu lenyap, dan tidak ada yang tersisa kecuali beberapa bagian yang sempat diriwayatkan Imam Ath-Thabari.
Kemudian muncullah generasi penulis Sirah pada era berikutnya, seperti Ma’mar bin Rasyid yang meninggal dunia pada tahun 150 H, Muhammad bin Ishaq yang meninggal dunia pada tahun 151 H, dan Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai yang meninggal pada tahun 183 H.
Kemudian disusul generasi penyusun Sirah berikutnya seperti Al-Waqidi yang meninggal dunia pada tahun 207 H, Ibnu Hisyam yang meninggal dunia pada tahun 213 H, dan Muhammad bin Sa’ad penulis buku Ath-Thabaqaat yang meninggal pada tahun 230 H.
Para ulama sepakat bahwa apa yang ditulis Muhammad bin Ishaq adalah data yang paling tepercaya tentang Sirah Nabi. Tapi sangat disayangkan bahwa bukunya yang berjudul Al-Maghazi termasuk buku yang musnah pada masa itu.
Tetapi, sesudah periode Muhammad bin Ishaq muncullah Abu Muhammad Abdul Malik yang terkenal dengan nama Ibnu Hisyam. la riwayatkan Sirah Nabi Ibnu Ishaq dengan berbagai penyempurnaan setengah abad sesudah penyusunan Sirah Nawabiyah oleh Ibnu Ishaq.
Jadi pada hakikatnya Sirah Nabi Ibnu Hisyam yang ada di tangan pembaca adalah duplikat dari AI-Maghaziibnu Ishaq dengan berbagai tambahan dan penyempurnaan oleh Ibnu Hisyam.
Oleh karena itu, Anda tidak usah heran jika membaca Sirah Nabi milik Ibnu Hisyam ini banyak sekali ditemukan kata-kata, “Ibnu Ishaq berkata,…” karena Ibnu Hisyam mengambil dari buku Ibnu Ishaq yang berjudul Al-Maghazi dan As-Siyar.
Ibnu Khalqan berkata, “Ibnu Hisyam adalah orang yang menghimpun Sirah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari buku Al-Maghazi dan buku As-Siyar karangan Ibnu Ishaq. Ibnu Hisyam menyempurnakan kedua buku tersebut dan meringkasnya. Buku itulah yang ada sekarang, dan yang lebih terkenal dengan nama Sirah Ibnu Hisyam.”
Selanjutnya, muncullah buku-buku Sirah Nawabiyah lain; sebagiannya menyajikan Sirah Nawabiyah secara menyeluruh, dan sebagiannya memper-hatikan segi-segi tertentu, seperti Al-Ashfahani dalam bukunya Dala ‘Hu An-Nubuwwah, At-Tirmidzi dalam bukunya Asy- Syamail, dan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah dalam bukunya Zaad Al-Maad
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…
Lihat Komentar