Oleh Reditya Filza Priatama
Membicarakan tentang Gunung Kidul maka yang ada di pikiran adalah daerah yang tandus dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, Padahal Kabupaten yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini kini tengah mentransfromasikan diri menjadi daerah tujuan wisata untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah.
Beberapa tahun belakangan Gunung Kidul sedang “naik daun” dan menjadi pembicaraan banyak orang karena potensi wisata pantai dan pegunungan yang masih bersih dan alami. Adanya perkembangan Teknologi Informasi yaitu Sosial Media seperti Instagram dan Facebook menjadikan dunia ini seolah tanpa berbatas.
Kini masyarakat dapat dengan mudah menyebarkan informasi yang bisa sampai hanya dalam hitungan detik. hal tersebut yang di lihat masyarakat dan pemerintah daerah sebagai peluang untuk gencar mempromosikan potensi wisata yang ada agar diketahui oleh khalayak luas.
Meningkatnya geliat pariwista di Gunung Kidul tentunya membawa dampak pada meningkatnya perekonomian masyarakat, banyak masyarakat yang terangkat derajat hidupnya berkat adanya kegiatan wisata. daerah yang dulunya selalu menempati urutan terendah untuk kategori kabupaten termiskin di Provinsi DIY perlahan-lahan mulai bangkit.
Bagai batu permata yang menunggu gosokan sang ahli, Gunung Kidul menununjukkan tajinya sebagai daerah wisata yang patut di perhitungkan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 jumlah kemiskinan menurun sebanyak 2%.
Untuk pertama kali naik satu peringkat dan menggantikan Kabupaten Kulonprogo sebagai Kabupaten termiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pendapatan sebesar 30 Miliar pada tahun 2017 khusus dari sektor pariwisata. Bukan tidak mungkin apabila Gunung Kidul bisa menjadi “Bali baru” dimasa yang akan datang.
Namun diluar dari konteks tersebut, ada satu hal yang menarik perhatian jika berkunjung ke Gunung Kidul khususnya di daerah pedesaan maka akan melewati jalanan yang nampak bersih. Meskipun jalan di sini tidak terlalu lebar namun jarang ditemui rumput liar yang tumbuh disepanjang sempadan jalan khususnya yang berada dekat pemukiman warga.
Tentu saja kebersihan yang selalu terjaga bukan karena ada petugas khusus yang bertugas menjaga lingkungan setiap hari seperti di kota. Melainkan kebersihan lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat setempat.
Masyarakat diajak untuk turun langsung membersihkan lingkungan karena mereka menyadari bahwa lingkungan yang bersih maka penduduk / pendatang yang tinggal akan merasa nyaman.
Kegiatan bersih lingkungan atau yang biasa disebut masyarakat lokal dengan nama “Gerbuan” sudah lama ada jauh sebelum pariwisata Gunung Kidul berkembang seperti sekarang.
Kegiatan ini dilakukan setiap 5 hari sekali atau dalam Legi dalam penanggalan jawa. Hal yang membuat kegiatan ini tetap bertahan sampai sekarang karena adanya sistem hukuman bagi warga yang tidak ikut dengan membayar denda sebesar Rp. 5000.
Nantinya uang yang terkumpul digunakan untuk kegiatan Karyawisata diakhir tahun. selain itu rutin pemerintah daerah mengadakan lomba kebersihan antar desa setiap tahunnya sehingga masyarakat tergerak untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih.
Peserta yang ikut tidak terbatas usia maupun jenis kelamin, tetapi biasanya kegiatan diikuti oleh ibu rumah tangga. Tempat yang dibersihkan pun berpindah-pindah dari satu Dukuh ke Dukuh yang lain yang ada di Desa Sidhoarjo.
Sebuah budaya yang dinamakan gotong royong dan sangat susah untuk menemukannya saat ini ternyata masih di lestarikan oleh masyarakat Gunung Kidul. Sikap tenggang rasa dan adanya rasa kekeluargaan yang kuat seperti ini yang patut dicontoh untuk seluruh wilayah Indonesia khususnya dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan.
Kebutuhan manusia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, salah satunya adalah kebutuhan untuk berwisata, kebutuhan yang dulu yang dianggap termasuk kebutuhan Tersier itu, kini dianggap menjadi kebutuhan Primer.
Masalah dan stress akibat urusan kantor maupun tugas sekolah dapat diobati dengan berlibur bersama keluarga ataupun Quality time dengan diri sendiri agar pikiran kembali segar. Salah satu daerah yang wajib dikunjungi adalah wisata Pantai yang ada di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
“Bagai makan sayur tanpa garam” merupakan perumpamaan yang cocok bagi anda yang berkunjung ke Gunung Kidul tetapi tidak mengunjungi pantainya, berbeda dengan tipikal pantai selatan lainnya yang memiliki pasir berwarna hitam, pantai disini memiliki pasir putih yang merupakan hasil pelapukan batuan karang ribuan tahun lalu.
Dari sekian banyak pilihan objek wisata pantai yang tersedia, ada wisata pantai yang cukup tersembunyi dan belum banyak dikunjungi masyarakat yaitu pantai Mbuluk.
Berada di kecamatan Tepus pantai ini dapat diakses kurang lebih 2 jam berkendara dari pusat kota Yogyakarta dan lokasinya berdekatan dengan Pantai Kukup yang sudah lama terkenal.
Di sana anda bisa menguji adrenalin dengan menaiki jembatan bambu yang berada diatas tebing yang dibangun oleh masyarakat setempat untuk menghubungkan dengan pantai yang ada disebelahnya.
Selain itu tersedia fasilitas Photobooth berupa kapal yang berada di atas tebing yang “Instagrammable” dan pastinya cocok untuk memperindah “feed” Instagram anda.
Meskipun terletak didaerah yang cukup terpencil, jangan khawatir karena di pantai tersebut tersedia fasilitas seperti Toliet, Gazebo dan Homestay untuk mendukung kenyamanan pengunjung dalam berwisata.
Waktu yang direkomendasikan untuk mengujungi pantai tersebut adalah di pagi hari karena belum banyak pengunjung yang datang dan panas matahari yang tidak terlalu terik.
Setelah puas menikmati wisata pantai anda bisa melanjutkan perjalanan menuju kawasan pantai Kukup untuk mengisi tenaga dengan membeli hidangan laut yang dijual oleh warung yang ada disekitar. Seafood yang ada diolah dalam berbagai macam olahan yang menggungah selera seperti Cumi Goreng Tepung, Ikan Bakar dan lain-lain.
Jangan lupa memesan ikan Karto Marmo, sejenis ikan laut yang memiliki nama unik dan hanya ada di Gunung Kidul. Harga yang dijual pun tidak begitu menguras kantong meskipun berada di kawasan wisata, seperti misalnya Gurita asam manis hanya dijual 25 ribu rupiah saja per porsinya.
Selain itu kita bisa memilih sendiri ikan segar hasil tangkapan nelayan untuk kemudian menyaksikan proses pengolahannya langsung sehingga kesegaran makanan sangat terjamin.
Dari cerita diatas maka dapat disimpulkan bahwa Gunung Kidul dengan kekompakan masyarakatnya untuk menjaga lingkungan patut diapresiasi, harapannya seluruh daerah di Indonesia dapat meniru apa yang dilakukan oleh masyarakat Gunung Kidul untuk melakukan tradisi yang baik tersebut.
Selain itu Gunung Kidul memiliki potensi wisata yang tidak kalah dengan daerah lainnya karena yang tersedia disini cukup lengkap mulai dari panorama pegunungan hingga pantai yang indah, oleh karena itu pastikan Gunung Kidul ada dalam recana perjalanan wisata keluarga anda.
Namun pastikan dengan tetap menjaga sikap dan tetap menghargai jerih payah masyarakat sekitar dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Referensi:
Markus Yuwono. 2017.“Gunung Kidul Bukan Lagi Daerah Termiskin Di Yogyakarta”. https//:regionalkompas.com. diakses pada tanggal 13 Maret 2019 pukul 20:37 WIB
Cyrillus Harinowo. 2018. “Gunung Kidul Transformasi Daerah Miskin Menjadi Bali Baru”. Https//:beritasatu.com. diakses pada tanggal 13 Maret 2019 pukul 21:00 WIB
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…
Lihat Komentar