Nabi Ibrahim pernah menggunakan area di dekat Ka’bah sebagai tempat untuk berlindung bagi istrinya, Siti Hajar, dan anaknya, Nabi Ismail. Tempat itu bernama Hijir Ismail.
Hijir Ismail memiliki area berbentuk seperti bulan sabit. Keberadaannya tepat di seberang Ka’bah. Area antara Ka’bah dan Hijir Ismail tidak digunakan sebagai tempat thawaf.
Mengapa demikian? Simak penjelasan mengenai Hijir Ismail berikut ini sebelum Anda pergi haji atau umroh.
Hijir Ismail merupakan bagian Ka’bah itu sendiri. Ketika Nabi Ibrahim membangun Ka’bah, area Hijir Ismail ini dijadikan sebagai area pembatas.
Disebutkan pula bahwa jarak 3 meter dari Hijir Ismail masih merupakan area Ka’bah. Ini menjadi alasan mengapa tidak menjadi lokasi thawaf karena harus dikerjakan di luar area Ka’bah.
Hijir Ismail sendiri memiliki bentuk seperti bulan sabit setengah lingkaran. Posisinya sebagai pembatas terbilang rendah dan berada tepat di sebelah Ka’bah.
Sejumlah riwayat mengatakan bahwa di bawah Hijir Ismail ini terdapat makam Siti Hajar. Meski pendapat ini ditolak oleh sejumlah argumen karena tidak ada bukti yang menguatkan.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Aisyah RA senang berdoa di dalam Ka’bah. Suatu ketika, ketika Aisyah hendak masuk kedalamnya, Rasul menariknya dan memasukkannya ke area Hijir Ismail
Nabi SAW bersabda, “Berdoalah di Al-Hijr (Hateem) ketika kamu berniat memasuki Rumah (Ka’bah), karena itu adalah bagian dari Rumah (Ka’bah). Kaummu memendekkannya ketika mereka membangun Ka’bah, dan mereka mengeluarkannya dari Rumah ini (Ka’bah). (HR Abu Daud)
Pada riwayat lain disebutkan bahwa Aisyah RA bertanya kepada Nabi perihal sebuah tembok yang kini merupakan Hijir Ismail. Aisyah bertanya, “Apakah ia termasuk Baitullah?
Nabi Muhammad menjawab, “Iya”.
Aisyah RA bertanya lagi, “Mengapa mereka tidak memasukkannya ke dalam Baitullah?” Nabi SAW menjawab, “Sesungguhnya kaummu kekurangan biaya.”
Lalu Aisyah bertanya, “Lalu mengapa pintunya tinggi?” Nabi SAW menjawab:
“Yang melakukan itu adalah kaummu, supaya mereka dapat memasukkan (dalam Ka’bah) siapapun yang mereka kehendaki dan mencegah (masuk) siapapun yang mereka kehendaki. Kalau kaummu tidak baru saja (melewati) masa Jahiliyyah, aku khawatir mereka menentang karena aku memasukkan tembok (hijir) dalam (bangunan) Ka’bah dan menempelkan pintunya di tanah.” (HR Bukhari)