Komunitas pecinta badik di sekitar Maros punya ritual khusus setiap tanggal 17 Ramadan. Mereka akan memandikan berbagai pusaka kala itu.
Kegiatan yang digelar ini diikuti oleh para komunitas pecinta badik dari beberapa daerah, mulai dari Makassar, Gowa dan Pangkep. Selain untuk melestarikan budaya dan adat istiadat, kegiatan ini juga sebagai ajang silaturahmi bagi mereka.
Ritual yang digelar setelah salat tarwih ini, diawali dengan sambutan dari para petinggi komunitas dan doa bersama. Setelah itu, ratusan bilah badik mulai dikeluarkan dari sarungnya untuk memulai proses pembersihan.
“Ini memang rutin kita laksanakan setiap tahun pada malam ketujuh Ramadan. Maknanya bukan sekadar membersihkan benda pusaka, tapi lebih para pembersihan jiwa pemiliknya. Diharapkan, dengan kebersihan badik dan jiwa pemiliknya bisa memperoleh kebajikan dan keberuntungan,” kata ketua Badik Celebes Maros, Haris Mahmud, Minggu (12/05/2019).
Proses pencucian ini dimulai dengan ritual pengasapan badik diatas dupa. Setelah itu, badik yang sudah terhunus dibilas dengan menggunakan perasan jeruk nipis yang dipotong secara khusus lalu dibersihkan dengan menggunakan tangan pemiliknya. Selama proses ini, pemilik tidak diperbolehkan berucap sepatah katapun.
“Prosesnya itu kita bersihkan pakai jeruk nipis. Nah aturannya memang tidak boleh bersuara selama proses pembersihan untuk lebih menjiawainya. Diproses inilah diharapkan ada sebuah penyatuan antara pemilik dengan badiknya itu. Jadi memang dalam maknanya,” lanjutnya.
Setelah dibersihkan dengan jeruk nipis, badik-badik itu lalu dibilas dengan air dan kembali diasapi dengan dupa sebelum dimasukkan ke dalam sarungnya. Setelah itu, semua badik yang telah dicuci, dikumpulkan di depan para petuah adat untuk prosesi penutupan, yakni doa dari pemuka agama.
“Proses terakhir, kita kumpulkan semua badik, lalu kita tutup dengan doa. Kita berharap di malam yang berkah ini, baik badik maupun pemiliknya selalau mendapatkan keselamatan dan berkah dari Allah,” sebutnya.
Bagi warga Sulawesi Selatan, badik memang dimaknai bukan sekadar senjata, tapi simbol dari kewibawaan dan keberanian seorang lelaki. Senjata ini bukan digunakan untuk melukai sesama tapi juga dimaknai sebagai pembawa kedamaian. Olehnya, menurut mereka, perlakuannya pun harus istimewa.
Ritual Mattompang ini sendiri dulunya dilaksanakan di setiap kerajaan yang ada di Sulsel, mulai dari kerajaan Gowa Tallo, Bone dan juga Luwu. Tak hanya badik, dalam ritual itu, semua benda pusaka milik kerajaan juga disucikan dengan ritual yang sangat panjang. Saat ini, ritual Mattompang juga digelar oleh para pecinta budaya sebagai upaya pelestariannya.
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…