Kewajiban ibadah haji berlaku bagi kaum muslimin dan muslimat, artinya, kewajiban haji juga berlaku juga bagi kaum hawa. Namun, tentu saja kewajiban menunaikan rukun Islam kelima ini diikuti sejumlah syarat dan ketentuan.
Pada dasarnya, kewajiban haji bagi perempuan sama dengan kewajiban haji bagi laki-laki. Hanya, ada sedikit aturan yang memang dikhususkan bagi wanita. Aturan seperti menutup aurat, juga pasti wajib ditaati oleh para wanita saat haji.
Aturan haji bagi wanita yang paling menarik disoroti adalah, bahwa para wanita tidak disunnahkan mencium Hajar Aswad sebagai itu disunnahkan bagi para lelaki.
Namun, wanita yang berhasil mencium Hajar Aswad, tetap tidak dilarang asalkan tidak memaksakan. Sedangkan untuk hukumnya, adalah mubah, artinya tidak diganjar jika melakukan hal itu.
Lantas apa saja, kekhususan bagi para wanita saat menjalankan ibadah haji? Mengutip dari Tuntunan Manasik Haji yang diterbitkan oleh Kementerian Agama (Kemenag), kami akan mengulasnya satu per satu.
1. Aturan menutup aurat
Para wanita yang sedang mengerjakan ibadah haji tetap diwajibkan mengenakan pakaian yang menutup aurat. Busana muslimah yang dimaksud adalah menutup seluruh bagian tubuh kecuali wajah dan pergelangan tangan hingga ujung jari.
2. Menjaga Suara
Perempuan tidak disarankan mengeluarkan suara kencang saat menjalankan ibadah haji, seperti saat berdzikir, berdoa dan membaca talbiyah. Mereka disarankan untuk membaca doa-doa tersebut dengan suara lirih.
3. Saat Thawaf
Lelaki dianjurkan untuk melakukan lari-lari kecil saat menjalankan ibadah thawaf dan sa’i. Namun aturan ini tidak berlaku bagi para wanita, alias mereka disarankan untuk berjalan biasa.
4. Mencium Hajar Aswad
Para wanita tidak disarankan untuk mencium Hajar Aswad saat berada di Ka’bah. Melainkan, cukup melambaikan atau mengangkat telapak tangan yang diarahkan ke Hajar Aswad lalu mengecup tangannya.
Hukum mencium Hajar Aswad bagi wanita adalah mubah. Yaitu tidak mendapatkan dosa ketika menjalankan, namun juga tidak mendapat pahala jika dilakukan.
5. Mencukur Rambut
Bagi wanita yang mengerjakan ibadah haji, cukup baginya untuk mencukur ujung rambutnya saja. Dengan ukuran minimal tiga helai. Berbeda dengan lelaki yang boleh mencukur rambutnya hingga botak.
6. Ketentuan Saat Haid/Menstruasi dan Nifas
Semua rukun dan wajib haji boleh dilaksanakan perempuan dalam kondisi haid atau nifas, kecuali tawaf. Apabila terjadi haid setelah tawaf, ia boleh melanjutkannya dengan bersa’i dengan cara memampatkan (menyumpal) jalan darah haid supaya tidak menetes.
Perempuan yang hendak melakukan haji tamattu’ namun terhalang haidh sebelum selesai umrah, maka ia harus melakukan sejumlah hal:
a. Menunggu suci kemudian melaksanakan tawaf, sa’i dan cukur.
b. Bila menjelang berangkat ke Arafah belum suci, dia mengubah niat menjadi haji qiran dengan dikenakan dam satu ekor kambing.
8. Thawaf Ifadha
Jika jamaah perempuan segera pulang padahal belum melaksanakan tawaf ifadhah, maka langkah-langkah yang harus ia lakukan secara berurutan adalah:
a. Menunda tawaf dan menunggu sampai suci jika dia memiliki cukup waktu dan tidak terdesak oleh waktu kepulangan.
b. Meminum obat sekadar untuk memampatkan kucuran darah jika dia adalah jamaah haji gelombang I kloter awal yang harus segera balik ke tanah air.
c. Mengintai atau mengintip kondisi dirinya sendiri seandainya ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan kucuran darah haidh mampat dalam durasi yang cukup untuk sekadar melaksanakan tawaf tujuh putaran.
Jika dia mendapati saat-saat kucuran darah haidhnya mampat, jamaah perempuan itu harus segera mandi haid lalu menutup rapat lubang tempat darah berasal dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar apalagi menetesi masjid. Selanjutnya dia melakukan tawaf.
Jika setelah dia tawaf darahnya keluar lagi, kondisi ini namanya artinya lebih tepat diartikan bersih, yang kemungkinan tidak keluar darah. Ini pendapat salah satu qoul Imam Syafi’i.
d. Mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, yang membolehkan perempuan haidh melakukan thawaf tetapi wajib membayar dam seekor unta.
e. Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang tidak menjadikan suci sebagai syarat sahnya tawaf jika kondisi yang dihadapi jamaah perempuan ini darurat, misalnya dia harus segera pulang ke tanah air dan menuju ke Madinah berdasarkan jadwal penerbangan yang ada.
Kemudian segera melaksanakan thawaf ifadhah dengan menutup rapat-rapat tempat darah keluar dengan pembalut agar tidak ada setetes pun darah jatuh ke lantai masjid selama dia melaksanakan thawaf ifadhah. Jamaah perempuan yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam.
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…