Jika Madura ada Karapan Sapi dan Minang punya Pacu Jawi, Sumbawa juga punya lho. Namanya Barapan Kebo.
Atraksi budaya masyarakat Sumbawa di Nusa Tenggara Barat tak kalah menariknya dengan yang dimiliki daerah lain. Barapan Kebo adalah salah satu contohnya.
Setelah selama sebulan beristirahat di bulan ramadan, tradisi Barapan Kebo kembali digelar pada Minggu (9/6/2019). Lokasinya di arena Uma Padak Angin Laut yang ada di Desa Penyaring, Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa.
Peserta yang tampil lomba pun jumlahnya tak sedikit, ada sekitar 270-an lebih peserta yang ikut meramaikan event tradisi itu. Penonton dari berbagai kecamatan, bahkan dari luar kabupaten ramai berdatangan menyaksikan Barapan Kebo di akhir masa libur Lebaran Hari Raya Idul Fitri 1440 H.
Barapan Kebo merupakan suatu tradisi khas yang dimiliki masyarakat agraris di Sumbawa yang hingga kini masih tetap dirawat. Hidupnya ada di keseharian suku yang berjuluk Tau Sabalong Samalewa (Samawa) tersebut.
“Yang setiap hari Minggu ini diadakan oleh komunitas barapan kebo. Ini budaya Samawa yang sekarang diadakan setiap hari Minggu sepanjang tahun,” tutur salah satu pegiat pariwisata Sumbawa, Ari Abdussalam, Senin (10/6/2019).
Arena balapan setiap pekannya diadakan berpindah-pindah dan digilir di setiap desa atau kecamatan. Tergantung dari kesiapan panitia penyelenggaranya.
Seperti biasa, kerbau-kerbau tangguh telah disiapkan oleh si pemilik kerbau yang akan ikut sebagai peserta dalam perlombaan itu. Sepasang kerbau disatukan dengan noga yang menempel di pundak kerbau.
Noga adalah kayu yang dipasang di pundak kerbau, sehingga dua kerbau jadi satu, lengkap dengan tali kekang di lehernya. Ada juga kareng, terbuat dari kayu yang berbentuk segi tiga dan menyerupai huruf A, tempat di mana seorang joki berdiri dan memegang tali kendali.
Seorang joki juga dilengkapi dengan mangkar yang terbuat dari kayu kecil sebagai cambuk untuk memukul kerbau agar bisa berlari kencang. Siapa yang tercepat, maka dialah yang akan jadi pemenangnya.
Bukan hanya itu, seorang joki juga harus mampu mengarahkan kerbau aduannya agar bisa menyentuh saka. Yakni sepotong kayu yang ditancapkan di tengah ujung petak arena sebagai penanda garis finish.
“Satu kali lari hanya satu pasang kerbau saja secara bergantian. Di garis finish ada namanya saka atau satu buah kayu yang berdiri. Kerbau harus bisa mengenakan saka itu. Kalau peserta bisa menyentuh saka dan lari dengan cepat, maka dia bisa dapat juara,” jelasnya Ari.
Setiap peserta satu pasang kerbau dikenakan biaya pendaftaran ke panitia Rp 100 ribu. Kadang satu orang mereka punya dua pasang kerbau. Panitialah yang melihat dan menentukan setiap kerbau masuk ke dalam kelas-kelas mana saja dan disesuaikan dengan umur kerbau.
“Hadiahnya kadang sepeda motor, seekor sapi, kulkas dan barang elektronik lainnya,” terangnya.
Menurut cerita, dulu Barapan Kebo menjadi semacam permainan tradisi rakyat Sumbawa yang dilakukan di musim penghujan untuk menghibur diri. Biasanya acara ini digelar di saat musim tanam padi.
Barulah sekitar belasan tahun lalu diadakan setiap pekan, kadang sebulan sekali. Untuk kegiatan yang digelar oleh pemerintah daerah dimulai sejak 2 tahun yang lalu.
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…