Traveling Anti Mainstream ke Kuburan Gantung, Berani?

Bagikan

Menguburkan mayat merupakan bagian dari peradaban manusia. Tiap peradaban memiliki tradisi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Beberapa suku memilih untuk menyiapkan peristirahatan terakhir di tempat yang tidak umum. Contohnya suku Toraja di Indonesia yang memakamkan jenazah dewasa di sela-sela Goa Londa, sedangkan jasad bayi yang baru lahir digantung di Pohon Tarra.

Konsep pemakaman di tempat yang tak biasa rupanya juga dimiliki masyarakat China Selatan. Suku Bo dan Guyue punya tradisi khusus pemakaman dengan untuk menggantung mayat-mayat di tebing tinggi.

Menaruh jenazah di tempat paling tinggi dipercaya dapat memudahkan arwah menuju surga. Alasan lainnya, agar jenazah tidak mudah rusak serta diganggu hewan liar.

Tebing mayat ini masih dapat ditemukan hingga sekarang, terutama di lembah terpencil Sungai Yangtze yang mengalir dari Himalaya sampai China Timur. Cara ini juga diterapkan di Filipina.

Dilansir Amusing Planet, salah satu peti mati tertua ditemukan di bagian timur Provinsi Fujian. Usia peti mayat itu diperkirakan mencapai 3.000 tahun.

Peti mati terbuat dari batang kayu pohon ke dalam berbagai ukuran. Beberapa peti digantung secara horizontal maupun vertikal layaknya figura di dinding.

Peti tersebut berbobot sekitar seperempat ton. Bagaimana cara peti mati tergantung di tempatnya masih menjadi misteri hingga saat ini.

Tetapi, banyaknya guratan pada dinding mengindikasikan mereka memakai alat berupa undakan.

Suku Bo yang melakukan tradisi ini sudah lenyap sejak 400 tahun lalu. Diduga mereka dibantai oleh pemerintahan Dinasti Ming.

Sebagian peti masih bertahan dengan kokoh di tebing. Sementara ratusan lainnya terjatuh dan hancur satu-persatu ke sungai dan tercecer.