Umrah backpacker, atau berangkat umrah tanpa perantara agen travel resmi, makin marak di tengah masyarakat. Fenomena ini terjadi sedikit banyak dipengaruhi semakin mudahnya akses berangkat ke Arab Saudi.
Selain itu, masyarakat Indonesia juga semakin terbuka dalam hal informasi sehingga mengurus perjalanan sendiri ke Tanah Suci bukan lagi menjadi hal yang sulit. Jadi bisa dilakukan secara mandiri.
Alasan ketiga, terkait regulasi dari Arab Saudi yang memang semakin membuka akses seluas-luasnya terhadap kunjungan luar negeri, baik untuk tujuan pariwisata biasa atau wisata religi.
Lantas, bagaimana sebetulnya regulasi yang mengatur pemberangkatan umrah mandiri alias umrah backpacker ini? Apakah Kementerian Agama (Kemenag) memiliki aturan khusus?
Menanggapi fenomena umrah backpacker ini, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Dirjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief mengatakan bahwa larangan lebih ditekankan bagi pihak yang mengoordininasikan keberangkatan umrah.
“Larangan lebih ditekankan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU dalam mengumpulkan, memberangkatkan, dan menerima setoran biaya umroh,” ujar Hilman, Rabu (22/11/2023).
Dilanjutkan olehnya, larangan itu sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 Pasal 115 dan Pasal 117. Pasal 115 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang tanpa hak bertindak sebagai PPIU mengumpulkan dan memberangkatkan jamaah umroh.
Sedangkan di Pasal 117 disebutkan bahwa setiap orang dilarang tanpa hak melakukan perbuatan mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umroh.
“Bahkan bagi pihak yang tidak berizin PPIU dalam mengkoordinasikan keberangkatan jamaah umroh ada ancaman pidana cukup berat. Mereka bisa dituntut dengan pidana enam tahun atau denda Rp 6 miliar,” jelas Hilman.
Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 122 dan 124. Pasal 122 berbunyi, setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan memberangkatkan jamaah umroh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 6 miliar.
Juga ditakutkan bahwa ada keuntungan yang didapat dari person yang menyelenggarakan umrah tanpa memenuhi syarat dan perizinan. Sebagai konsekuensi, orang tersebut akan dikenakan denda sebesar Rp8 miliar atau penjara delapan tahun.
“Pasal 124 berbunyi, setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umroh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau pidana denda paling banyak Rp 8 miliar,” katanya.
Kalau melihat penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan khusus dari pemerintah bagi masyarakat untuk melaksanakan umrah backpacker atau mandiri. Karena yang dilarang adalah memberangkatkan orang dengan dalih backpacker namun mengambil keuntungan dari situ.
Sehingga ini akan merugikan pihak travel umrah resmi yang memang sudah terdaftar di Kemenag.
Pihaknya mengimbau masyarakat agar berhati-hati jika ingin mengerjakan umrah mandiri. Harus mengutamakan keamanan dan keselamatan selama dalam perjalanan.
“Umroh adalah ibadah. Maka kami mengimbau agar masyarakat mengedepankan faktor keselamatan dan kesehatan. Keberangkatan umroh melalui PPIU agar jamaah mendapatkan hak perlindungan. Keberangkatan umroh mandiri sangat berisiko bagi masyarakat yang tidak berpengalaman bepergian ke luar negeri,” jelas Hilman.
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…
Lihat Komentar