Duduk-duduk di tengah hamparan bukit yang hijau sambil menyeduh segelas teh, tentu bukan hal mahal di Indonesia, namun jika ini di Mesir, yang terkenal dengan udara panas dan gurun pasir, tentu hal ini menjadi sangat mahal harganya.
Hamparan rumput di perbukitan Al-Azhar Park, yang berlokasi di jalan Salah Salim, Kairo ini merupakan taman kota buatan terbesar di Mesir. Di dalamnya Anda dapat menikmati indahnya tanaman, air mancur, miniatur keindahan sejarah kejayaan Islam, serta sejumlah hiburan yang menarik lainnya.
Taman ini dibuka untuk umum pada 2005. Sesuai janjinya, ia menyajikan aroma kejayaan Islam masa lalu dipadu dengan gaya arsitektur modern. Hasilnya, kita bisa saksikan, betapa taman yang menghabiskan dana sebesar 30 juta dolar ini sukses mengantarkan kita ke masa keemasan Islam itu.
Tampak jelas kekhasan arsitektur Islam masa lalu. Kita bisa lihat dinding batu warni-warni khas Dinasti Mamluk, air mancur dengan undak-undakan batu pualam, serta bangunan yang menggunakan ornamen geometris yang menghiasi hampir setiap sudut bangunan di taman ini.
Hal di atas dibuktikan dengan adanya bagian yang disebut bustan—sebuah konsep pertamanan yang populer di area istana-istana Islam zaman dahulu—area tempat duduk yang teduh (takhtaboush), serta gapura khas Dinasti Fatimiyah, yang semuanya diambil dari corak bangunan sejumlah dinasti Islam yang pernah berkuasa di Mesir.
Tak ketinggalan, unsur Sungai Nil yang merupakan simbol kekayaan dan peradaban Mesir, juga dapat kita jumpai di taman ini.
Pembuatan taman ini bertujuan untuk mengenang kembali masa kejayaan Islam di masa lalu dalam bentuk miniatur. Dengan harapan, para pengunjung dapat belajar sejarah dengan cara yang asyik dan terjangkau.
Sebelumnya, wilayah perbukitan di daerah Darrosah Kairo ini sangat jauh dari kata indah. Yang ada hanya kumuh, bau sisa makanan, maklum saja, selama 500 tahun, tempat ini adalah tumpukan sampah yang membukit.
Namun hal itu berubah setelah sebuah konferensi digelar di Kairo pada1984. Saat itu, inisiator pembangunan Al-Azhar Park ini, Agha Khan IV, menginap di sebuah hotel di daerah Darrosah. Dari balkon kamar hotelnya, ia mendapati tumpukan sampah yang meresahkan. Dari situ timbullah inisiatif untuk membangun Al-Azhar Park.
Aga Khan IV sendiri masih berdarah biru. Dia merupakan keturunan Dinasti Fatimiah. Dinasti yang sempat berkuasa mulai dari tahun 969 di Kairo, dan menjadikan kota ini sebagai salah satu kota peradaban Islam yang termegah.
Melalui Program Historic Cities Support Programme (HCSP), Aga Khan Trust for Culture (AKTC), dan Aga Khan Development Network (AKDN), cita-cita mengembalikan kejayaan Islam di Kairo terwujud.
Hegrah Al Ula, atau Madain Salih merupakan situs arkeologi di tengah padang pasir di wilayah…
Keberadaan pengemis di Arab Saudi semakin memprihatinkan. Menurut laporan, sebanyak 90 persen pengemis yang ada…
Tanah Suci Makkah adalah tempat paling mulia untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena di…
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 terbilang cukup sukses, bahkan sangat memuaskan menurut catatan Badan Pusat Statistik…
Setidaknya ada 7 julukan bagi Kota Makkah. Kota yang paling suci bagi umat Islam ini…
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dituding mangkir dari panggilan Pansus Angket Haji DPR dengan…
Lihat Komentar