Mungkin nama ini belum pernah Anda dengar sebelumnya. Inilah Disappointment Islands alias Pulau Kekecewaan yang merupakan tempat terpencil di Bumi.
Ada banyak tempat di Bumi yang belum terjamah, salah satunya adalah Disappointment Islands. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, maka artinya adalah Pulau Kekecewaan.
Disappointment Islands memiliki belasan pulau atol dengan 3 pulau utama yakni Tepoto, Napuka dan Puka-puka. Penduduknya adalah orang asli Polinesia, dengan jumlah hanya 300 ratusan jiwa.
Disappointment Islands masuk dalam kekuasaan French Polynesia, pemerintah Prancis. Akses ke sana pun sangat sulit, hanya ada penerbangan dari Haiti yang tidak menentu tergantung dari cuaca dengan jarak 1.000 km. Bahkan, hanya 3 bulan sekali.
Penerbangannya sendiri pun penerbangan carter, yang juga tidak terdaftar di situs resmi penerbangan Haiti. Jadi risiko ke sana, memang besar sekali.
Mengapa disebut Pulau Kekecewaan?
Menarik untuk menguak sejarah dari Disappointment Islands. Dirangkum dari BBC Travel, Jumat (3/5/2019) penjelajah dunia yang pertama melihat kepulauan itu adalah Ferdinand Magellan di tahun 1520. Sayangnya, tidak ada sumber air bersih yang membuat Ferdinand dan krunya langsung meninggalkan pulau-pulau di sana. Mereka pun menyebutnya ‘Unfortunate Islands’.
Kemudian di tahun 1765, gantian penjelajah asal Inggris yaitu John Byron. Kapalnya hendak berlabuh di sana, akan tetapi sulit karena lautan dangkal di sekitar pantai dan penuh karang. Belum lagi, masyarakat setempat menunjukan gestur tidak suka dengan mengangkat tombak dan mengusirnya.
Kapal John Byron sempat menembakan meriam supaya masyarakat menjauh. Akan tetapi, masyarakat di sana tetap melawan dengan mengangkat tombak dan melempar batu. Sehingga John Byron pergi, lalu menyebut pulau tersebut dengan nama Disappointment Islands.
Sebegitu mengecewakannya kah pulau itu?
Penulis dari BBC Travel, Andrew Evans menceritakan perjalanannya ke sana. Tidak ada banyak informasi di internet mengenai Disappointment Islands. Yang pasti tidak ada listrik, sinyal telepon apalagi industri pariwisata (hotel).
Begitu tiba di Napuka, salah satu pulau di Disappointment Islands justru Andrew disambut dengan meriah. Rupanya, memang tidak banyak orang asing atau turis yang datang ke sana. Bisa dihitung jari!
Andrew pun merasakan betul kehidupan di sana. Sudah ada pembangkit listrik tenaga surya, tapi itu pun jumlahnya tidak banyak dan sering rusak. Ya sudah tak mengapa, toh lukisan Tuhan di depan mata begitu indah.
Pasir pantainya begitu putih bersih, dengan lautan biru jernih. Terumbu karangnya benar-benar berwarna-warni dengan aneka ukuran. Ikan-ikan pun sangat banyak, yang bisa dibilang lautnya begitu sehat.
Kalau ada turis, semua masyarakat di Disappointment Islands bisa mengenalinya. Malah, Andrew disambut oleh Marina, sang Tavana alias walikota di Disappointment Islands.
Sekitar 1 minggu di Disappointment Islands, Andrew melihat bagaimana kehidupan masyarakat di sana. Mereka sehari-hari hidup dengan cara memancing ikan, serta menjual kopra (daging buah kelapa yang dikeringkan untuk dijadikan minyak kelapa) lewat pesawat kargo ke Haiti. Tapi ya itu tadi, karena pesawatnya tak menentu datangnya sehingga lebih banyak orang-orang di sana menjadi nelayan.
Tapi, bagaimana dengan air bersih? Bukannya kata Ferdinand Magellan tidak ada sumber air bersih di sana ya?
“Kami memang tidak punya air bersih, tapi setiap hari kami bisa minum kelapa,” kata Andre salah seorang penduduk setempat.
Bicara soal kelapa, ada hal unik di sini. Ada pohon-pohon kelapa yang mempunyai 4 ‘kepala’!
Selama di Disappointment Islands, Andrew sungguh bahagia. Ada satu momen, saat Jean Kape, penduduk asli Napuka mengajaknya berdiskusi. Kape yang sering bolak-balik ke Haiti bercerita, dia tahu betul kalau tempat tinggalnya disebut Disappointment Islands (Pulau Kekecewaan) dan tentu konotasinya negatif.
“Jika orang lain memberitahu kamu tentang suatu tempat hanya menurut pendapatnya, itu adalah suatu hal yang salah. Sebab itu hanya pendapat yang dia rasakan bukan kenyataan yang ada,” papar Kape.
Menurut Kape, kehidupan di Disappointment Islands sangatlah damai. Tidak ada perang, tidak ada kriminalitas, semuanya saling membantu untuk (bertahan) hidup.
“Kami punya kehidupan yang sakral di sini, sungguh orisinil dan tidak tersentuh. Kami juga bagian dari sejarah kehidupan umat manusia di Bumi,” tambah Kape.
Dan ya, Disappointment Islands sudah kadung disebut dengan nama seperti itu. Beruntungnya, masyarakat di kepulauan tersebut tidak terlalu mempedulikannya.
Toh apapun namanya, mereka hidup dengan caranya sendiri sudah sedia lama. Tidak ada kekecewaan di Pulau Kekecewaan ini.