Miris! Ini Cerita Dibalik Hilangnya Ratusan Candi dan Patung Emas di Dieng

Bagikan

Dieng terkenal dengan 9 wisata candi dan pemandangan alamnya. Rupanya dulu Dieng punya ratusan candi sampai patung emas.

Di balik cantiknya tempat wisata di Wonosobo berupa panorama dataran tinggi Dieng, tersimpan cerita pilu tentang situs sejarah yang tersisa. Pemerintah Hindia Belanda mendata ada 117 candi di deretan pegunungan purba itu.

Namun generasi kini, hanya bisa melihat sembilan candi Dieng yang masih utuh. Sementara 108 lainnya telah hilang.

Beberapa peneliti Belanda menemukan bebatuan andesit candi berada di sepanjang jalan raya Dieng Wetan dan Dieng Kulon. Kemungkinan, masyarakat sekitar mengambil batu-batu itu dari bagian candi untuk dibuat pondasi jalan.

“Berita dari Belanda, pada tahun 1800 an mereka menginvetarisir 117 candi. Mereka memfotonya juga. Ada 4 candi besar yakni Parikesit, Nakula Sadewa, Nala Gareng dan Prahu. Tapi anehnya, semuanya sekarang hilang. Kemungkinan besar, batu candinya jadi pondasi jalan sepanjang Dieng Wetan dan Dieng kulon,” ungkap Kepala UPT Dieng Aryadi Darwanto kepada tfanews.com, Senin (24/6/2019).

Arya melanjutkan, Belanda melakukan survei di Dieng pada tahun 1807. Dan semua hasil survei ini didokumentasikan dengan rapih oleh Raffles pada tahun 1814. Pada tahun itu, Belanda melakukan upaya restorasi pada beberapa situs dan candi yang ditemukan di kawasan Dieng.

Namun timbul ekses negatif dari adanya restorasi itu. Hasil restorasi, selain menemukan beberapa bagian candi, Belanda juga menemukan ribuan patung. Patung-patung itu ada yang terbuat dari pahatan batu andesit, banyak juga berbahan dasar emas. Tapi, sebagian besar patung yang ditemukan, kemudian diperjualbelikan sebagai suvenir di luar negeri.

“Ada suatu lokasi namanya Pesanggarah Dieng. Di situlah dikumpulkan semua patung yang ditemukan di reruntuhan atau kawasan candi. Namun pada malam hari, patung-patung itu kemudian dijual sebagai suvenir keluar negeri. Harganya kalau yang patung dari batu andesit 7 gulden (sekitar Rp 7 juta). Sedangkan patung emasnya dijual seharga 70 gulden (sekitar Rp 70 juta),” beber Arya.

Setelah restorasi besar-besaran dilakukan, barulah Pemerintah Belanda membuka kawasan Dieng sebagai destinasi wisata. Itu terjadi sekitar tahun 1830 dengan nama Dieng Pleateu.

Sampai saat ini, beberapa peneliti masih sering menemukan situs berupa patirtan atau pondasi candi. Namun Pemerintah Indonesia belum juga melakukan langkah lebih lanjut untuk membuka tabir sejarah temuan baru itu.

“Mungkin pemerintah masih berfokus pada masalah lain ya. Dan kawasan Candi Dieng ini sangat luas. Mulai dari Candi Prau di Wonosobo sampai Telaga Sidlingo atau Dringo di Desa pekasiran, Batur, Banjarnegara. Ini membutuhkan dana, waktu dan energi yang sangat banyak,” pungkasnya.