Perjuangan Petani Tebu Datang ke Tanah Suci untuk Berhaji

Bagikan

Rumah Allah di Tanah Suci bukan milik orang kaya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang tak terprediksi dapat datang ke Tanah Suci.

Ya, di dalamnya terdapat orang yang mendapat anugerah. Meski berpenghasilan pas-pasan, tapi bisa datang ke sana. “Allah yang memanggil saya ke sini. Ini kehendak Allah. Alhamdulillah,” ujar petani tebu Mujiati (57 tahun) asal Magetan Jawa Timur.

Hatinya bahagia sekali disambut alunan shalawat saat tiba di hotel sekitar Mahbas Jin Makkah. “Alhamdulillah, terharu saya. Tadi sampe di bawah disebar-sebarin  bunga, dikasih kurma itu. Eh di atas dibagi nasi juga itu,” ujarnya.

Mujiati mengaku bahagia, upayanya selama ini menabung untuk berhaji berhasil. Sekarang dia berada di baitullah, tempat umat Islam dari berbagai belahan dunia berkumpul untuk melaksanakan rukun Islam kelima.

Semakin senang

Hatinya makin senang begitu tahu koper yang ia bawa diantar langsung ke lantai hotel tempat dia menginap. “Sebentar saya masukkan koper ke kamar ya mba, itu sudah ada koper nya,” ujar Mujiati begitu mendengar namanya dipanggil oleh ketua rombongan.

Usai istirahat selama kurang lebih dua jam, para jemaah kemudian bersiap umrah dengan menggunakan bus shalawat yang sudah siap beroperasi.

Jamaah tertua yang datang bersamanya adalah Sukinah (93). Sama –sama dari Magetan, Jawa Timur. Sejak turun dari bus, dia diantar dengan kursi dan selalu dipandu oleh petugas.

Meskipun fisiknya menunjukkan usianya, tetapi wajahnya selalu tersenyum ke setiap orang yang menyapanya. “Saya selalu berdoa kepada Allah semoga selalu diberikan kesehatan,” kata Sukinah.