Jogja Cross Culture yang menjadi sebuah gerakan budaya kerja sama antara budayawan dan seniman muda Yogyakarta dengan pemerintah daerah setempat akan menyajikan produk budaya yang berkembang di Yogyakarta dari masa ke masa.
“Tidak perlu diragukan lagi jika Yogyakarta pantas menyandang predikat sebagai Kota Budaya. Perkembangan budaya dari masa ke masa bahkan persilangan budaya terlihat nyata di Yogyakarta. Kami ingin menunjukkan bahwa Yogyakarta tetap memiliki kekuatan pada sisi budaya,” kata Ketua Panitia Jogja Cross Culture Heroe Poerwadi di Yogyakarta, Selasa.
Kegiatan yang baru digelar untuk pertama kalinya tersebut akan dipusatkan di Titik Nol Kilometer Yogyakarta selama dua hari, 3-4 Agustus dengan menampilkan beragam pentas budaya di antaranya, festival jamu dan kuliner, wayang ukur dengan lakon kancing jaya.
Selain itu, juga akan digelar “historical trail” di seputar kawasan jeron beteng Keraton Yogyakarta, melukis bersama para maestro lukis, keroncong, dolanan anak, menari atau ‘flashmob”, orkestra, dan peluncuran berbagai program penguatan budaya di Kota Yogyakarta.
Heroe yang juga menjabat sebagai Wakil Wali Kota Yogyakarta berharap, selain untuk menguatkan karakter Yogyakarta sebagai kota budaya, kegiatan tersebut juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung.
“Pada pertengahan tahun, biasanya jumlah turis asing yang berkunjung ke Yogyakarta mengalami kenaikan. Momentum ini dapat dimanfaatkan untuk menambah daya tarik kunjungan wisata di Yogyakarta dengan menonjolkan wisata budaya,” katanya.
Sementara itu, Program Director Jogja Cross Culture RM Altiyanto Henryawan mengatakan, gelaran Jogja Cross Culture pada tahun ini masih bersifat “pilot project” sebelum kegiatan utama pada tahun 2020 yang rencananya dijadikan agenda rutin tahunan.
“Pada tahun ini, kami lebih fokus pada seni musik yang berkembang di Yogyakarta. Setiap tahun, temanya akan berubah-ubah. Bisa saja pada tahun depan lebih fokus pada arsitektur di Yogyakarta, seni tari bahkan pada perkembangan teknologi,” katanya.
Perkembangan seni musik yang akan ditampilkan dalam Jogja Cross Culture 2019 diwujudkan dalam pentas “historical orchestra” dan “cross culture performance” yang mengharmonisasikan seni karawitan, musik orkestra, paduan suara dari seniman-seniman Yogyakarta yang berkolaborasi dengan seniman internasional dalam satu panggung.
“Kami ingin menunjukkan bahwa saling silang budaya sudah terjadi sejak berdirinya Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dan semuanya mampu berkembang dan bersanding. Makanya, tepat jika mengatakan bahwa Yogyakarta adalah Kota Budaya,” katanya.
Ia berharap, masyarakat maupun wisatawan yang hadir dalam Jogja Cross Culture akan memperoleh banyak pengalaman, mulai dari pengalaman sosial, pengalaman budaya hingga pengalaman artistik.