Mengenal Aisyah dan Beberapa Keutamaanya

Bagikan

Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah binti Abu Bakr, Shiddiqah binti Shiddiqul Akbar, merupakan istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ia lahir empat tahun setelah diangkatnya Muhammad menjadi seorang Nabi. Ibunya bernama Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams bin Kinanah yang meninggal dunia pada waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup yaitu tepatnya pada tahun ke-6 H.

Saat dua tahun sebelum Hijrah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah melalui sebuah ikatan suci yang mengukuhkan gelar Aisyah menjadi ummul mukminin, terlepas itu Aisyah masih berumur enam tahun. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun rumah tangga dengannya setelah berhijrah, tepatnya pada bulan Syawwal tahun ke-2 Hijriah dan ia sudah berumur sembilan tahun.

Aisyah pun dipanggil demgan sebutan ‘Humaira’, karena parasnya yang cantik dan berkukit putih. Selain itu, Ia juga dikenal sebagai seorang wanita cerdas dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkannya untuk menjaid pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengemban amanah risalah yang akan menjadi penyejuk mata dan pelipur lara bagi diri beliau.

Sementara itu, Aisah juga memiliki banyak keutamaan yang dimiliki, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam sabdanya:

“Orang yang mulia dari kalangan laki-laki banyak, namun yang mulia dari kalangan wanita hanyalah Maryam binti Imron dan Asiyah istri Fir’aun, dan keutamaan Aisyah atas semua wanita sepeerti keutamaan tsarid atas segala makanan.” (HR. Bukhari (5/2067) dan Muslim (2431))

Pertama: Beliau adalah satu-satunya istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi tatkala gadis, berbeda dengan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain karena mereka dinikahi tatkala janda.

Kedua: Beliau adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan wanita.

Ketiga: Aisyah adalah wanita yang paling alim daripada wanita lainnya.

Keempat: Para pembesar sahabat apabila menjumpai ketidakpahaman dalam masalah agama, maka mereka datang kepada Aisyah dan menanyakannya hingga Aisyah menyebutkan jawabannya.

Kelima: Tatkala istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pilihan untuk tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengna kehidupan apa adanya, atau diceraikan dan akan mendapatkan dunia, maka Aisyah adalah orang pertama yang menyatakan tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimanapun kondisi beliau sehingga istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain mengikuti pilihan-pilihannya.

Setelah itu, Aisyah wafat pada tanggal 17 Ramadhan 57 H di Madinah, padamasa pemerintahan Muawiyah, di usianya yang ke 65 tahun, setelah berwasiat untuk dishalati oleh Abu Hurairah dan dikuburkan di pekuburan Baqi pada malam itu juga. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai Aisyah dan menempatkan beliau pada kedudukan yang tinggi di sisi Rabb-Nya. Aamiin.