Ji’ranah, merupakan sebuah desa yang berjarak sekitar 26 km dari Kota Mekah. Mulanya nama ini diberikan kepada seorang wanita yang mengabdikan dirinya menjaga dan membersihkan sebuah masjid yang terdapat di desa tersebut.
Di sana juga terdapat masjid Ji’ranah yang menjadi saksi bisu tempat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermiqat sebelum melakukan umrah. Bahkan, di tempat ini berbeda dengan di beberapa masjid tempat miqat lainnya. Di antaranya, Masjid Aisyah di Tan’im dan Masjid Hudaibiyah di Hudaibiyah. Masjid Jiranah jadi lokasi miqat Muslim dunia.
Di antara ketiga masjid tempat miqat tersebut, Masjid Ji’ranah secara besar dan luas ada di tengah antara Masjid Aisyah yang paling besar dan Masjid Hudaibiyah yang paling kecil.
Kebersihan dan kenyamanan di masjid ini juga sangat terasa. Fasilitas kamar mandinya besar, luas, dan bersih. Sementara, tempat parkir kendaraannya juga luas.
Dalam bukunya yang berjudul Sejarah Makkah, Syekh Muhammad Ilyas Abdul Ghani menuliskan, kata Ji’ranah diambil dari nama seorang wanita yang hidup di daerah tersebut. Seperti diriwayatkan oleh Al Fakihi dari Ibnu Abbas Ra bahwa surat Al-Nahl ayat 92 yang berbunyi,
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali turun pada seorang wanita Quraisy dari Bani Tim yang dijuluki dengan julukan Ji’ranah. Wanita itu dikenal sebagai seorang wanita yang terkenal dungu.
Masjid tersebut bahkan telah diperbaharui kembali oleh Raja Fahd yang pada saat itu menelan biaya kurang lebih 2 juta Riyal Saudi dengan luas 430 meter perseg dan dapat menampung 1.000 jamaah.
Di Ji’ranah juga, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meninggalkan para tawanan dan harga rampasan perang yang diambilnya dari Hawazin, dalam peperangan Hunain pada 8 Hijriyah.
Sekitar 10 malam berada di Ji’ranah, Rasulullah tidak membagikan harga rampasan perang tersebut, sebab sambil menunggu orang-orang Hawazin yang bertobat datang menyusulnya.
Dan ketika telah dibagikan barulah datang beberapa orang utusan Hawazin memohon kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar membebaskan para tawanan beserta hartanya. Rasulullah lalu bertanya kepada para utusan itu, “Silakan pilih, tawanan atau harta?”.
Akhirnya, mereka memilih tawanan, dan Rasulullah pun meminta kepada kaum Muslimin semua untuk membebaskan para tawanan Hawazin dengan lembut dan secara baik-baik.
Kemudian di malam itu juga dari Ji’ranah, Rasulullah lalu berihram dan mengerjakan umrah, dan selesai pada malam itu juga. Lalu, Rasulullah menyuruh para tentaranya untuk kembali ke Madinah
Selain itu, Masjid tersebut juga sebagai saksi turunnya wahyu yang termaktub pada surat Al Baqarah aat 196.
Bahkan, menurut ulama Mazhab Maliki, seseorang yang melaksanakan ibadah haji atau umrah boleh menggunakan miqat Ji ‘ranah atau Tanim.
Jika dilihat dari segi fadhilah, berarti Ji’ranah tidak berbeda dengan tempat-tempat miqat lainnya, seperti Bier ‘Ali (Zul Hulaifah), Tanim, Hudaibiyah (asy- Syumaisyiyah), Rabigh, al-Juhfah, Yalamlam, Qarnu al-Munazil, dan Zatu lrq. Justru dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Ji’ranah memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding dengan tempat-tempat miqat lainnya.