Pembelajaran Uqa’il bin Abi Thalib dari Alam

Bagikan

Pada suatu hari Uqa’il bin Abi Thalib pergi bersama-sama dengan Nabi Muhammad. Pada saat itu Uqa’il melihat tiga peristiwa ajaib yang menjadikan hatinya menjadi bertambah kuat dalam berpegang teguh di dalam Islam.

Peristiwa pertama, yaitu ketika Rasulullah ingin melaksanakan hajat dengan membuang air besar, sedangkan di hadapannya terdapat beberapa batang pohon saja.

Maka kemudian Baginda berkata kepada Uqa’il, “Hai Uqa’il teruslah engkau berjalan sampai ke pohon itu, dan katakan kepadanya (kepada pohon), bahwa sesungguhnya Rasulullah berkata : Agar kamu semua (pohon-pohon) datang kepadanya untuk menjadi aling-aling atau penutup baginya (Rasulullah), karena sesungguhnya Rasulullah akan mengambil air wudhu dan buang air besar”.

Uqa’il pun keluar dan pergi mendapatkan pohon-pohon itu. Tetapi, sebelum dia menyelesaikan tugasnya. Ternyata pohon-pohon tersebut justru sudah tumbang dari akarnya serta sudah mengelilingi di sekitar Rasulullah sampai Rasulullah selesai dari hajatnya. Maka Uqa’il kembali ke tempat pohon-pohon itu.

Lalu peristiwa kedua, ketika Uqa’il merasakan haus sekali. Pada saat itu Ia tidak menemukan air sama sekali meski sudah mencari air ke berbagai tempat.

Kemudian, Rasulullah berkata kepada Uqa’il bin Abi Thalib, “Hai Uqa’il, dakilah gunung itu, dan sampaikanlah salamku kepadanya serta katakan, `Jika padamu ada air, berilah aku minum!”.

Lalu Uqa’il lalu pergi menjawab perintah Rasulullah dengan mendaki gunung itu dan berkata kepadanya sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Rasulullah tadi. Tetapi, sebelum ia selesai berkata, gunung itu berkata dengan fasihnya,

“Katakanlah kepada Rasulullah, bahwa sejak Allah menurunkan ayat yang berbunyi : Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu beserta keluargamu dari (siksa) api neraka yang umpannya dari manusia dan batu. “Aku menangis dari sebab takut kalau aku menjadi batu itu maka tidak ada lagi air padaku.”

Peristiwa ketiga adalah ketika Uqa’il sedang berjalan dengan Nabi, lalu tiba-tiba ada seekor unta yang meloncat dan lari ke hadapan Rasulullah.

Unta itu lalu berkata, “Ya Rasulullah, aku minta perlindungan darimu.”

Ketika unta tersebut belum selesai berbicara halnya kepada Rasulullah, tiba-tiba datang dari belakang seorang Arab Badui dengan membawa pedang terhunus. Melihat orang Arab Badui itu, Nabi Muhammad berkata, “Hendak apakah kamu terhadap unta itu ?”

Lalu dijawab oleh orang Arab Badui itu, “Wahai Rasulullah, aku telah membelinya dengan harta yang mahal, tetapi dia tidak mau taat dan tidak mau jinak, maka akan kupotong saja dan akan kumanfaatkan dagingnya (kuberikan kepada orang-orang yang memerlukan).”

Rasulullah bertanya kepada unta tersebut, “Mengapa engkau mendurhakai dia ?”

“Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak mendurhakainya dari satu pekerjaan pun, akan tetapi aku mendurhakainya dari sebab perbuatannya yang buruk. Kerana ia masuk ke dalam kabilah yang memilih tidur dan meninggalkan solat Isya. Kalau sekiranya dia mau berjanji kepada engkau akan mengerjakan dan tidak meninggalkan solat Isya, maka aku berjanji tidak akan mendurhakainya lagi. Sebab aku takut kalau Allah menurunkan siksa-Nya kepada mereka, sedang aku berada di antara mereka.”

Pada akhirnya Nabi Muhammad mengambil perjanjian orang Arab kampung itu, bahwa dia tidak akan meninggalkan solat Isya. Kemudian, Rasulullah menyerahkan unta itu kepadanya.

Melihat peristiwa tersebut, sungguh betapa hanya sebatang pohon, sebuah gunung, dan seekor unta, begitu taatnya mereka dengan perintah Allah dan Rasul-Nya dan juga mengkhawatirkan keadaannya terhadap dirinya kelak di akhirat.

Lalu bagaimanakah dengan kita sebagai manusia sekaligus sebagai Khalifah di muka bumi dan menyandang gelar sebagai makhluk yang paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Sang Maha Pencipta? Wallahu’Alam Bishowab.