Bukan hanya Ali bin Abu Thalib atau Abdullah bin Abbas saja, sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memeluk Islam. Namun ada juga Durrah binti Abu Lahab radhiallahu ‘anha. Ia adalah seorang wanita dari ahlul bait Nabi. Durrah memeluk Islam saat berada di Mekah, lalu dirinya pun turut hijrah ke Madinah dan menikah dengan Zaid bin Haritsah, seorang anak angkat Nabi. Meski pernikahan mereka harus diakhiri dengan perceraian.
Seorang wanita di Madinah berkata pada Durrah, “Engkau adalah putri dari Abu Lahab? Yang Allah Azza wa Jalla berfirman tentangnya,
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [QS. Al-Masad: 2].
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membelanya di hadapan kaum muslimin lainnya. Meninggikan kedudukannya dari orang yang berbuat buruk padanya. Membuatnya tenang dari hal-hal yang menggelisahkannya.
Hijrahnya dari Mekah ke Madinah merupakan sebuah amalan agung. Hal ini lantaran amalan tersebut sulit mengorbankan banyak hal. Mulai dari jarak tempuh yang mencapai 450-an Km, meninggalkan semua harta, keluarga, kerabat, teman, mata pencarian, rumah, serta kampung halaman tempat kelahiran. Ini ia lakukan meski berat, belum lagi Durrah merupakan seorang perempuan, jarak tempuh sejauh itu dengan medan padang pasir yang terik, bukanlah hal mudah. Tapi tetap mereka lakukan agar kehidupan ini memiliki nilai manfaat di akhirat.
Dari Abu Hurairah dan Ammar bin Yasir semoga Allah meridhai keduanya, keduanya berkata, “Saat Durrah binti Abu Lahan tiba di Maidnah, ia tinggal di rumah Rafi’ bin al-Ma’la az-Zarqa. Para wanita dari Bani Zarqa ini berkata, ‘Kamu putrinya Abu Lahab yang Allah Azza wa Jalla berfirman tentanganya,
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Quran Al-Masad: 1-2].
Tidak bermanfaat hijrahmu ini’. Ketus mereka.
Durrah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ia mengadukan pada beliau tentang apa yang mereka katakana. Nabi berkata, “Duduklah.” Kemudian beliau mengimami orang-orang mengerjakan shalat zuhur. Setelah itu beliau duduk di mimbar dan berkata,
“Khalayak sekalian. Mengapa aku disakiti dengan diganggunya keluargaku? Demi Allah, sesungguhnya syafaatku akan sampai pada kerabatku…” (HR. ath-Thabarani dalam Mu’jam al-Kabir 20681).
Inilah salah seorang sepupu, ahlul bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada beliau dan kepada semua anggota keluarganya.