Menstruasi atau haid merupakan siklus pada organ reproduksi wanita yang terjadi secara alamiah. Ditandai dengan keluarnya darah dari vagina yang umumnya terjadi dalam siklus bulanan.
Menstruasi adalah kondisi normal yang dialami semua wanita, yang biasanya dimulai pada usia 12 tahun hingga memasuki masa menopause. Proses ini terjadi karena organ reproduksi wanita mempersiapkan kehamilan.
Sejumlah gejala muncul menjelang terjadinya proses menstruasi, di antaranya payudara terasa nyeri dan kencang, muncul jerawat, sakit kepala hingga suasana mood yang tidak karuan. Bahkan pada situasi yang sangat buruk, bisa membuat wanita mengalami depresi.
Selain memiliki konsekuensi fisik yang cukup mengganggu, saat menstruasi wanita juga dilarang untuk menjalankan ibadah-ibadah tertentu karena berada dalam kondisi tidak suci. Seorang wanita yang mengalami menstruasi dilarang menjalankan shalat.
Bagi seorang wanita yang sedang menjalankan ibadah haji, kebutuhan mengkonsumsi pil pencegah menstruasi sangat tinggi. Ini karena momen menjalankan ibadah haji sangat sulit didapat.
Lantas, apa hukumnya mengkonsumsi pil pencegah menstruasi saat menjalankan ibadah haji? Dijelaskan dalam buku Ibadah Haji Perempuan Menurut Para Ulama Fikih, bahwa penggunaan pil pencegah menstruasi saat menjalankan ibadah haji adalah mubah.
Namun demkina, menurut Ahmad Kartono, penulis buku ini, bahwa penggunaan pil anti haid ini hukumnya tetap tergantung pada niat. Apabila diniatkan untuk kebaikan maka boleh, sedangkan jika diniatkan untuk keburukan maka hukumnya haram.
Dijelaskan juga dalam buku Tuntunan Manasik Haji dari Kementerian Agama (Kemenag) disebutkan bahwa ada sejumlah rukun dan wajib haji yang boleh dikerjakan seorang perempuan meski dalam kondisi haid, nifas, selain tawaf.
Apabila terjadi haid setelah tawaf, ia boleh melanjutkannya dengan bersa’i dengan cara memampatkan (menyumpal) jalan darah haid supaya tidak menetes.
Adapun perempuan yang hendak melakukan haji tamattu’ namun terhalang haidh sebelum selesai umrah, maka ia harus melakukan sejumlah hal, antara lain:
Pertama, menunggu suci kemudian melaksanakan tawaf, sa’i dan cukur. Kedua, bila menjelang berangkat ke Arafah belum suci, dia mengubah niat menjadi haji qiran dengan dikenakan dam satu ekor kambing.