Setelah melaksanakan haji pada tahun 1957, salah seorang pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor KH Imam Zarkasyi (Pak Zar) mengalami perubahan diri.
Sikapnya menjadi unik, terasa lebih akrab dengan keluarga.
Hal ini dituliskan oleh anaknya, KH Abdullah Syukri Zarkasyi dalam buku biografi sang ayah: KH Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern.
Gontor – Jakarta
Dalam catatan setebal 615 halaman itu, KH Abdullah Syukri menjelaskan perubahan Pak Zar secara singkat setelah berhaji.
“Waktu itu ibu, saya dan dik Huriyah, menjemput bapak ke Jakarta. Kami berada di Jakarta selama beberapa hari,” tulis KH Abdullah Syukri.
Dia adalah ulama yang kini memimpin Pondok Modern Darussalam Gontor bersama KH Hasan Abdullah Sahal dan KH Syamsul Hadi Abdan.
Lebih hangat
Selama di Jakarta itulah sikap Bapak, lanjut KH Abdullah Syukri, rasanya lain dari biasanya. Kalau biasanya formal, saat itu terasa akrab dan hangat.
“Saya pun menjadi senang. Saat itulah saya betul-betul merasa menjadi anak Pak Zarkasyi yang disayang,” kesannya.
Oleh-oleh
Ketika itu KH Abdullah Syukri mendapatkan oleh-oleh jam tangan. Pak Zar mengajak istrinya: Siti Partiyah, dan putrinya: Huriyah, keliling Jakarta.
Mereka mengunjungi rumah sejumlah kolega, di antaranya alumnus Gontor Pak Zawawi dan Pak Marzuki asal Ponorogo.
Mereka juga mengunjungi Bu Wachid Hasyim, ibu yang melahirkan KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur).
KH Imam Zarkasyi adalah putra bungsu KH Santoso Anom Besari dan Nyai Khalifah. Bersama dua saudara kandungnya: KH Ahmad Sahal dan KH Zainudin Fananie, mereka kembali membangun Pondok Gontor.
Pesantren itu sempat ‘mati’ karena tak ada kader setelah sang kiai (ayah mereka) meninggal dunia.
Pak Zar berkontribusi besar dalam perubahan sistem pendidikan Islam di Indonesia.
Dia menyusun buku pelajaran Bahasa Arab yang menjadi rujukan ribuan pesantren di Indonesia.
Sepanjang hidupnya, Pak Zar dikenal dekat dengan santri yang dididiknya.