Tidak perlu harus menguasai bahasa Arab jika igin berangkat Haji dan Umroh sebab banyak masyarakat madinah dan Makkah yang terdiri dari orang Arab, Pakistan, India, Bangladesh menguasai bahasa Indonesia walaupun Cuma sedikit sedikit.
Maka tak heran jika kita pulang dari masjid melewati pertokoan yang ada sepanjang jalan menuju hotel, terdengar perkataan “ayo hajah haji lihat lihat dulu, murah, murah, sepuluh riyal, dua puluh riyal, murah-murah, bisa kurang.”
Begitulah kata-kata yang diucapkan sejumlah pedagang di Kota Madinah, Kota Jeddah dan Kota Makkah saat mereka melihat wajah-wajah orang Indonesia yang melintas di depan toko mereka.
Seolah olah mereka tau bahwa yang lewat adalah orang Indonesia, para pedagang spontan menawarkan dagangan mereka dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Hampir semua pedagang mulai dari pedagang perhiasan, pedagang perlengkapan Islami seperti alquran, sajadah dan lain-lain hingga pedagang pakaian cukup fasih berbahasa Indonesia.
Bahkan saat tawar menawar harga pun mereka masih menggunakan bahasa Indonesia.
Bahkan banyak pula diantara mereka yang fasih berbahasa Indonesia dan menguasai penuh bahasa Indonesia sehingga bisa bercakap cakap dengan jamaah Haji atau Umroh menawarkan barang dagangan dan jasa, mereka kebanyakan bisa bahasa Indonesia dengan cara otodidak yaitu tanpa belajar dibangku sekolah.
Rupanya tak hanya para pedagang, bahkan para dokter yang bekerja di apotik di Kota Mekkah juga ternyata pandai berbahasa Indonesia.
Seorang dokter yang bertugas di salah satu apotek di Kota Mekkah tak jauh dari Masjidil Haram, Al-Nahdi Pharmacy bahkan melayani pembeli warga negara Indonesia dengan bahasa Indonesia.
Mendengar sang apoteker bisa menggunakan bahasa Indonesia, akhirnya jamaah tersebut merasa mudah untuk menyampaikan apa yang dicari seperti obat batuk, flu, demam dan lain sebagainya
Akan tetapi jangan buru buru menghukumi masyarakat Arab bisa berbahasa Indonesia semua, karena tidak semua pedagang di Mekkah dan Madinah paham berbahasa Indonesia.
Tidak sedikit pula mereka yang sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia. Alhasil transaksi tawar menawar barang dagangan menggunakan bahasa isyarat karena pedagang tak paham bahasa Indonesia sementara pembeli warga Indonesia sama sekali tak paham bahasa Arab.
Perbedaan bahasa tak menjadi halangan bagi para jamaah umrah untuk membeli beragam oleh-oleh khas Arab Saudi.
Meski sama-sama tak mengerti bahasa yang digunakan, baik pedagang maupun pembeli dapat bertransaksi dengan lancar menggunakan bahasa isyarat.