Oleh: Hafid Maulana
Sore di penghujung musim penghujan ini sangat-sangat minta dimanja, kawan. Dia seperti sedang jatuh cinta, sering merona, tak mudah ditebak gerak hatinya. Gerimis kecil terkadang menjadi lagu sore-sore kita ini, namun ada juga mendung yang tak berangin; udara memadat, dan jika itu adalah sebuah sore dihari minggu, apalagi yang kita tunggu. Ayo rek, mlaku-mlaku!
Minggu sore di Surabaya dengan jalanannya yang sedikit lenggang disebabkan sebagian penghuninya memilih untuk keluar kota, mencari hawa pemandangan yang bebas dari gedung-gedung, yang padahal jika ingin lebih sabar dan teliti, Surabaya ini melimpah dengan rahasia. Ya, sebuah rahasia tentang ruang piknik perkotaan yang tak lekang jaman, yang bersentuhan dengan sejarah nasional Indonesia, yang dibalut manis oleh gelaran rumput hijau, bebungaan, juga bunyi emprit-emprit yang cerewet di sela pucuk Tabebuya, dan yang sekaligus edukatif-gawl–kewl. Jadi, apa nama rahasia itu, kawan, yang ada tepat di jantung kota Surabaya, bersebelahan dengan 0 kilometernya? Ahh, kawan, atau bagaimana kalau kupanggil, Rek, saja. Oke, kan. Yess, ayo Rek nang Tugu Pahlawan.
Indonesia tahu bahwa pada tanggal 10 November 1945, setelah sebelumnya Brigadir Jenderal Mallaby tewas, pasukan Sekutu mengultimatum Arek-Arek Suroboyo untuk meletakkan senjata. Tapi itu tidak terjadi. Surabaya malah mengangkat tinggi-tinggi bambu runcingnya. Merdeka ataoe mati! Begitu pekik para pejuang kemerdekaan melawan arogansi Sekutu yang mengira dirinya dapat dengan mudah melempar gertakan. Dan untuk kegigihan tersebut, dari sisa reruntuhan markas Kampetai berdirilah Tugu Pahlawan.
Akses masuk ke komplek Tugu Pahlawan terbilang mudah sebab sudah disediakan lajur tersendiri bagi kendaraan pengunjung. Berikutnya tempat parkir yang disediakan sangatlah luas, terdapat jajaran fasilitas kamar kecil dan mushola, yaitu berada di belakang pintu keluar. Setelah kita siap untuk masuk ke dalam komplek Tugu Pahlawan, kita akan bertatap muka dengan patung Proklamator kita, Pak Karno dan Pak Hatta, yang di balik punggung mereka kita dapat sok-sok an membayangkan pilar-pilar Acropolis, hehe: itulah pilar bekas markas Kampetai. Sebelumnya tak
lupa juga terdapat relief perjuangan Arek-Arek Suroboyo di dinding luar, selfie kita bisa dimulai di sini.
Hamparan rumput hijau menjadi permadani yang boleh kita manfaatkan untuk berpiknik bersama keluarga, sahabat, dan orang-orang tercinta. Dengan latar monumen yang gagah atau selasar taman pepohonan kecil, bunga-bunga kertas, bougainville, serta anak-anak remaja yang tak ada habis seru-seruannya. Langit mendung penghujung musim penghujan menjadi penyeduh lelah kesibukan kita bekerja, menjadi penawar penat aktifitas orang kota. Maka mari kita gelar tikar atau biarlah ngelempoh saja, duduk menyentuh tanah lebih mesra, dan bicara-bicara kecil, tawa-tawa cerita, foto-foto lucu bersama keluarga, handaitolan, dan semua yang tercinta.
Tapi apa hanya begitu saja, ohh, tentu tidak.
Setelah bungkus-bungkus makanan kecil dan minuman kita kumpulkan, karena sangat tidak kewl jika sampah kita buang sembarangan, ayo kita menuju Museum Tugu Pahlawan yang berada di basement monumen perjuangan ini. Pengunjung hanya perlu mengeluarkan uang 10.000 rupiah untuk dapat menikmati wisata edukasi yang interaktif, ruang museum yang bersih, fasilitas guide, serta pencahayaan yang dramatis. Berbagai foto kota Surabaya jaman kemerdekaan, baju-baju para pejuang, senjata, dan juga terdapat ruang diorama yang melengkapi pengalaman kembali merasakan bagaimana suasana dan aura jaman kemerdekaan sangatlah menarik untuk dicoba sebagai bentuk wahana edukasi pengenalan sejarah bagi anak-anak. Mari berkeliling di lantai satu untuk melihat deretan foto dan perlengkapan perang tahun 45 kala itu, kembali menelusuri sejarah Surabaya sekaligus mengenal Indonesia. Kemudian untuk suguhan pembelajaran yang lebih mendetail kita bisa naik ke lantai dua guna menikmati diorama yang dramatis mengenai rentetan pertempuran Arek-Arek Suroboyo, atau patung peraga adegan para pejuang. Mempelajari sejarah bangsa adalah salah satu cara mengenal pribadi kita sendiri. Sebab kemeredekaan bukanlah didapat dengan gratis. Sekali-kali tidak. Ada tetesan keringat darah, luapan keberanian dan gunung pemikiran dari para pendiri bangsa, para saudara kita, Indonesia.
Mengunjungi komplek Tugu Pahlawan Surabaya merupakan satu paket piknik perkotaan bagi relaksasi tubuh setelah rutinitas pekerjaan yang sering membuat pikiran kita penuh, dan sekaligus memberi pengembangan karakter pada diri kita sendiri atau anak-anak generasi penerus, para milenial, yaitu sejarah bagaimana terwujudnya ke-Indonesiaan untuk kemudian kita jaga bersama.
Ayo rek, mlaku-mlaku ke Tugu Pahlawan Surabaya.