Fathul Abdi (Padang)
Jangan berpikir kalau kawasan perkotaan itu sama saja, sumpek, macet, dan tak cocok dijadikan tujuan wisata. Kalau tak percaya, main-mainlah ke Kawasan Wisata Terpadu (KWT) Gunuang Padang.
Lokasi wisata yang mulai digandrungi ini letaknya di Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang mayoritas dihuni etnis Minangkabau.
“Ah, pasti cuma wisata buatan, tak alami, kurang ini, kurang itu, dan bla bla bla.” Sabar dulu, jangan tergesa-gesa menilai.
Faktanya, dari tempat ini malah terpancar pesona alami yang menjanjikan keasrian. Bahkan kalau dihitung per objek, tempat ini tepat disebut paket komplet pariwisata.
Menilik namanya yang memuat kata “Gunuang (Gunung)”, pasti sudah tergambar bahwasanya tempat ini berupa daratan tinggi.
“Hadeeeh, objek pendakian itu untuk anak muda. Tidak cocok bagi kami yang tua atau ingin membawa anak-anak.” Sudah dibilang: Sabar sedikit!.
Memang namanya Gunuang, tapi tidak sampai seperti Everest, Himalaya, dan lain-lain. Ia dinamai “Gunuang Padang” karena memang dikenal masyarakat setempat dengan nama itu.
Sedang penampakannya, hanya berupa bukit kecil yang letaknya menjorok ke laut. Sehingga tak perlu memanjat-manjat untuk sampai ke sana.
Akses transportasinya pun sudah beraspal mulus dan lebar. Jangankan sepeda motor, mobil mungkin tak perlu khawatir jika berpapasan.
Ketika menyusuri aspal yang meliuk-liuk di permukaan bukit itu, akan tersuguh panorama indah di pinggiran jalan. Nampak hijau, rindang, menyejukkan mata.
Dari arah pusat kota tak perlu waktu lama untuk sampai di Gunuang Padang. Jika berpatok dari Pasar Raya Padang, jaraknya hanya butuh waktu sepuluh hingga lima belas menit.
Pertama-tama pada pintu masuk KWT Gunuang Padang, yang akan menyambut wisatawan adalah Jembatan Siti Nurbaya. Jembatan eksotik sepanjang 156 meter yang membelah aliran Sungai Batang Arau.
Jika melewati tempat ini pada sore hari hidung akan digoda aroma sedap menggugah selera. Berasal dari pedagang yang berderet di sisi kanan dan kiri jembatan.
Ada beraneka ragam jajanan yang bisa dilahap, tapi yang ikonik di Jembatan Siti Nurbaya adalah jagung bakarnya. Dengan bumbu yang khas hingga memadukan rasa manis, pedas, asin, secara bersamaan.
Jembatan Siti Nurbaya juga menyajikan pemandangan menarik dari ketinggian. Pengunjung bisa melihat deretan kapal yang tengah bersandar di bibir dermaga, mengingat kawasan itu adalah hilir sungai.
Para pengunjung biasanya menjadikan kapal-kapal itu sebagai latar belakang untuk berfoto, layaknya suasana di Kota Venice, Italia.
Lain dari itu, Jembatan Siti Nurbaya selalu menjanjikan ketenangan kepada mereka yang datang. Setenang aliran Sungai Batang Arau yang hanyut menuju laut.
Tak jauh dari Jembatan Siti Nurbaya, sudah menanti objek wisata lain yakni Batang Arau. Tempat ini juga masuk dalam KWT Gunuang Padang.
Sepanjang jalan juga akan terlihat para pedagang yang memusingkan lidah. Karena ada beragam macam kuliner, mulai dari sate Padang, lotek, soto, nasi goreng, bakso, mie ayam, dan lain sebagainya.
Pada tempat ini, wisatawan bisa menikmati aliran sungai Batang Arau dari atas trotoar yang posisinya ada di bibir sungai. Berbeda dengan Jembatan Siti Nurbaya yang menyajikan pemandangan dari ketinggian.
Trotoar itupun juga sudah diperlebar serta dipercantik pemerintah setempat, sehingga tak perlu berdesak-desakan mencari pinggirannya.
Kawasan pedestrian di Batang Arau juga akan bersaing menarik perhatian. Jangan heran kalau di tempat itu melihat kapal yang sedang “mejeng” di atas daratan.
Pemandangan itu bukanlah kapal naas yang baru saja mengalami kecelakaan, hinga ia terpental sangat jauh lalu jatuh ke darat. Bukan, bukan begitu.
Bangunan kapal tersebut memang sengaja dipindahkan ke darat untuk memukau pandangan mata. Di atasnya ada patung Siti Nurbaya, sosok cerita melegenda yang melekat di benak masyarakat Indonesia, bahkan terkenal ke negeri seberang.
Ya, kapal itu memang ditujukan sebagai perlambangan kisah legenda Siti Nurbaya itu sendiri. Pada lantainya ada ada lukisan tiga dimensi. Goresan warna dari sang seniman menyulap lantai itu seperti laut, bahkan ada lumba-lumbanya. Menimbulkan kesan bahwa kapal itu memang sedang berlayar di lautan lepas.
Tembok yang menjadi batas pekarangan kapal juga diberi sentuhan seni berupa relief tiga dimensi, yang juga menceritakan legenda secara garis besar. Kawasan ini biasanya juga diincar moncong kamera.
Tak jauh dari pedestrian, menunggu sebuah lokasi yang telah populer sebagai destinasi wisata sejak dulu. Itulah makam yang diyakini sebahagian masyarakat sebagai makam Siti Nurbaya.
Setelah makam ada tanjakan yang akan mengantar pengunjung menjejal kawasan perbukitan di Gunuang Padang. Udara yang sejuk membuat tempat ini juga dijadikan trek olahraga lari. Baik setiap sore, Sabtu pagi, ataupun Minggu pagi.
Karena saat berada di atas, bukan cuman pemandangan hijau yang bisa dinikmati pengunjung. Tapi juga ada pemandangan laut, mengingat posisinya yang menjorok ke laut.
Suara deburan ombak yang mengantam tebing atau bebatuan terdengar jelas dari atas, dan angin terus saja bertiup mengusap-usap wajah.
Hati-hati, suasana begini juga bisa mengombang-ambingkan jiwa. Apalagi kalau teringat sang mantan. Aiiih.
Wisatawan tak perlu khawatir jika tak membawa bekal makanan atau minuman. Karena ada banyak warung serta kafe yang bisa disinggahi.
Tersedia aneka makanan serta minuman. Mulai dari yang dingin, sedang, panas. Asal jangan lupa membayar saja.
Dari situ jika mengikuti arah aspal, wisatawan akan sampai di Pantai Air Manis, tempat batu Malin Kundang berada. Salah satu legenda terkenal yang mengisahkan durhakanya seorang anak kepada orang tua, hingga ia dikutuk menjadi batu.
Bisa juga menghabiskan waktu dengan berenang-renang atau bermain pasir. Bagi yang hobi menyelam, bisa menyewa perahu nelayan untuk mengantar ke spot-spot yang tak jauh dari sana.
Dengan berbagai pesona itu, masihkan ada ragu untuk datang ke KWT Gunuang Padang?. Sedangkan panorama hijau, sungai, laut, bahari, dekorasi estetika, legenda, budaya, aneka kuliner, siap untuk menyambut.
Apalagi hingga saat ini wisatawan tak dikenakan karcis masuk atau sejenisnya untuk bisa masuk ke KWT Gunuang Padang. Cukup membayar apa yang anda makan dan minum di kedai-kedai, dan,,,, sedikit untuk bayar parkir.
Letaknya yang berada di perkotaanpun akan membantu pengunjung yang datang bersama keluarga dan anak-anak. Karena tak perlu pusing untuk mengakses penginapan ataupun hotel.
Saat ini memang belum ada transportasi umum dengan trayek ke Gunuang Padang. Tapi transportasi daring, atau bendi (delman) sebagai transportasi jarak dekat bisa diandalkan sebagai alternatif.
Jika bisa memberi saran, datanglah di waktu petang. Agar bisa menikmati sunset sebelum matahari pulang ke ujung laut.