Jamaah haji dan umrah yang baru pertama kali ke Tanah Suci (Makkah — Madinah) harus mewaspadai hal-hal berikut ini. Semuanya berkaitan dengan kultur dan situasi di sana yang berbeda dengan keadaan di Tanah Air.
Berikut ini adalah lima hal yang harus diwaspadai jika Anda melakukan perjalanan kesana.
Cuaca ekstrem
Bagi jamaah haji dan umrah asal Asia Tenggara, cuaca di Saudi sungguh ekstrem. Pada musim panas, Suhu di siang hari di sana berkisar antara 45 – 50 derajat celsius.
Suhu itu jauh berbeda dengan yang ada di Indonesia, yang pada siang hari hanya bersuhu 30 derajat celsius.
Bagi yang tak terbiasa dengan suhu sepanas itu maka akan mudah terserang gangguan kesehatan. Para ahli medis banyak menyarankan perbanyak minum air putih agar selama beraktivitas di siang hari tidak terserang gangguan kesehatan.
Dehidrasi
Ini merupakan dampak panas yang berlebih. Dehidrasi terjadi akibat kekurangan cairan. Tubuh akan terasa lemas. Dalam kondisi yang parah, bisa mengakibatkan halusinasi dan hilang kesadaran.
Jamaah haji dan umrah sering mengalami penyakit semacam ini, karena mereka tak terbiasa banyak minum meski panitia penyelenggara ibadah haji sudah membekali mereka dengan tempat minum.
Kehilangan alas kaki
Ini kebiasaan buruk jamaah haji dan umrah yang baru pertama kali sampai ke Tanah Suci. Biasanya mereka masuk kedalam Masjidil Haram pada siang hari. Sebelum masuk mereka melepas alas kaki dan meninggalkannya di luar.
Jamaah kemudian asyik beribadah di dalam masjid. Selesai beribadah, jamaah biasanya hendak pulang. Namun bingung akan keluar dari pintu yang mana. Di tambah lagi tak tahu, tadi meninggalkan alas kaki di mana.
Akibatnya mereka memaksakan diri nyeker berjalan di siang hari. Karena cuaca yang panas, kaki mereka melepuh.
Pada penyelenggaraan haji lalu, petugas haji menyiagakan sandal yang dibagikan kepada jamaah yang terlihat nyeker.
Kuliner yang belum tentu sesuai selera
Kuliner masyarakat Arab dimasak dengan bumbu kapulaga dan kayu manis. Dua bumbu itu jarang, bahkan hampir tak pernah digunakan dalam masakan Tanah Air, terutama daerah Jawa hingga Indonesia timur.
Wilayah Sumatra seperti Padang higga Aceh, yang sejak abad ke-15 sering menjadi persinggahan masyarakat Arab dan India mungkin masih akrab dengan dua bumbu tersebut. Biasanya kapulaga dan kayu manis dimanfaatkan sebagai bumbu rendang dan kari daging.
Bumbu tersebut menghasilkan aroma masakan yang khas. Jamaah haji dan umrah Indonesia banyak yang belum terbiasa dengan masakan tersebut.
Tapi, jangan khawatir, ada beberapa tempat yang menyediakan masakan Indonesia. Biasanya tempat tersebut dikelola oleh para warga Indonesia yang menetap di Saudi.
Silakan tanya petugas pembimbing rombongan. Mereka akan menunjukkan tempat-tempat tersebut.
Bahasa asing
Jamaah haji dan umrah biasanya minim penguasaan bahasa asing, terutama Arab, yang menjadi bahasa nasional masyarakat Tanah Suci. Jamaah haji dan umrah akan kesulitan berkomunikasi dengan masyarakat setempat.