Keraton dan Istana Sebagai Objek Wisata Kalbar

Bagikan

Keraton Paku Negara Tayan

Kerajaan Tayan adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Tayan, Provinsi Kapuas Raya, Indonesia. Pendiri kerajaan Tayan adalah putra Brawijaya dari Kerajaan Majapahit yang bernama Gusti Likar/Lekar.

Bersama dengan saudara-saudaranya, Gusti Likar meninggalkan Kerajaan Tanjungpura yang sering terlibat peperangan.

Pemerintahan kerajaan Tayan kemudian dipegang oleh Gusti Ramal bergelar Pangeran Marta Jaya Yuda Kesuma, putra Pangeran Mancar pendiri Kerajaan Meliau yang adalah kemenakan Gusti Likar.

Mula-mula ibukota kerajaan berlokasi di Teluk Kemilun. Kerajaan Tayan pertama kali ditempatkan di daerah Tayan, setelah Gusti Lekar wafat dimakamkan disebuah bukit yang tidak jauh keberadaannya dari Kota Meliau, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau.

Gusti Lekar wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Gusti Gagok yang bergelar Manca Diningrat. Kemudian Gusti Gagok memindahkan Ibukota Kerajaan Tayan ke suatu tempat bernama Rayang.

Hingga saat ini kawasan Rayang masih didapati peninggalan Kerajaan Tayan berupa makam Raja-Raja beserta kerabat kerajaan di mana dikawasan tersebut ditandai keberadaan sebuah meriam. Setelah Pangeran Mancadiningrat (Gusti Gagok) wafat, Raja Tayan diganti oleh anak pertamanya bernama Gusti Ramal yang bergelar Pangeran Marta Jaya Kusuma.

Istana Kadriah Kesultanan Pontianak

Kesultanan Kadriyah Pontianak adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1771 oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha. di daerah muara Sungai Kapuas yang termasuk kawasan yang diserahkan Sultan Banten kepada VOC Belanda.

Ia melakukan dua pernikahan politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari Kerajaan Mempawah dan kedua dengan putri dari Kesultanan Banjar (Ratu Syarif Abdul Rahman, putri dari Sultan Tamjidillah I, sehingga ia dianugerahi gelar Pangeran).

Setelah mereka mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadriyah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belanda pada tahun 1779.

Pada waktu pendiriannya, dikisahkan Syarif Abdurrahman Alkadrie menyisiri Sungai Kapuas sepanjang 1100 meter. Dalam penyisiran itu, Syarif Abdurrahman dihadapkan pada tantangan yang diberikan oleh para hantu kuntilanak yang seringkali menghalanginya ketika ia hendak membuka lahan hutan di sepanjang Sungai Kapuas.

Menurut cerita masyarakat setempat, dari nama kuntilanak itulah nantinya nama Pontianak berasal (masyarakat Pontianak seringkali menyebut kuntilanak sebagai hantu Puntianak). Untuk menentukan lokasi dimana istananya akn dibangun, Syarif Abdurrahman kemudian melepaskan tiga kali tembakan meriam ke udara.

Tiga titik jatuhnya meriam tersebutlah yang saat ini menjadi lokasi pendirian Istana Kadriah, Mesjid Jami’ Sultan Abdurrahman serta lokasi pemakaman anggota keluarga Kesultanan Pontianak. Dari berbagai keraton kerajaan yang terdapat di Kalimantan Barat, Istana Kadriah dapat dikatakan istana Melayu terbesar yang berada di wilayah tersebut. Kondisinya sendiri masih cukup terawat dengan baik.

Sama seperti keraton-keraton Melayu lainnya yang ada di Kalimantan Barat, para pengunjung dapat menemukan beberapa senjata meriam di halaman depan istana ini. Sementara itu, di dalam istananya, yang juga seperti halnya keraton-keraton Melayu lainnya didominasi oleh warna kuning, para pengunjung dapat menemukan berbagai foto-foto dan kisah sejarah dari istana Kadriah.

Keraton Alwatzikoebillah Kesultanan Sambas

Keraton Alwatzikoebillah terletak di wilayah pesisir utara Provinsi Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau Kalimantandengan pusat pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah penerus pemerintahan dari kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya.

Kerajaan yang bernama “Sambas” di wilayah ini paling tidak telah berdiri dan berkembang sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca.

Pada masa itu rajanya bergelar “Nek”, salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam.

Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat raja lagi.