Tiap akhir pekan, biasanya orang-orang akan sibuk pergi ke tempat-tempat yang disukainya. Mulai dari mal, sekedar-jalan-jalan keliling kota, atau pelesiran ke tempat wisata alam. Sebut saja berkunjung ke air terjun, danau, pantai, atau pun gunung.
Satu kegiatan akhir yang sebenarnya tidak kalah menarik yaitu dengan melakukan wisata museum. Ada banyak hal yang bisa kita dapatkan saat melakukan kunjungan ke museum. Salah satunya mengenang tokoh terkenal.
Banyak yang belum tahu, tapi di salah satu sudut kota Jakarta terdapat sebuah museum yang mengenang seorang tokoh terkenal, yaitu Basoeki Abdullah. Bagi kalian yang belum tahu, Basoeki Abdullah adalah sosok pelukis, maestro kenamaan Indonesia yang karya-karya lukisannya banyak diburu kolektor baik di dalam maupun luar negeri. Semasa hidupnya, Basoeki Abdullah adalah sosok yang cukup disegani di masyarakat.
Menuju ke Museum
Letaknya cukup tersembunyi dari keramaian. Wajar saja, mengingat, museum ini dulunya adalah rumah Basoeki Abdullah. Berdiri di tengah kompleks pemukiman yang tertata cukup rapi. Museum ini beralamat di jalan Keuangan Raya No. 19, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Tempat ini cukup ramah dengan google maps. Karena, kalau mengetik Museum Basoeki Abdullah, langsung akan dapat mengarahkan rute menuju ke museum tersebut. Tentu saja kemudahan ini sangat membantu pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi.
Bila dengan bus Metro Mini 610 jurusan Pondok Labu – Blok M, dari Blok M ambil jurusan Pondok Labu dan turun di komplek keuangan. Demikian pula bila dengan bus Feeder Transjakarta arah Pondok Labu-Blok M. Setelah turun, jalan masuk ke dalam kompleks sejauh 200 meter untuk mencapai museum ini.
Patung Basoeki Abdullah yang ditempatkan di depan museum menjadi penanda sekaligus penyambut para pengunjung yang mendatangi museum ini.
Museum Basoeki Abdullah secara jelas terdiri dari dua bangunan berbeda gaya. Pertama adalah bangunan tua yang sudah dipercantik kembali dan dulunya merupakan tempat tinggal sang maestro. Persis di sebelahnya, berdiri bangunan baru bergaya modern yang menampung berbagai pernik-pernik dan koleksi Basoeki Abdullah.
Untuk dapat masuk ke Museum Basoeki Abdullah, pengunjung membayar tiket masuk yang termasuk murah. Yaitu Rp 2000 untuk dewasa, dan Rp 1000 untuk anak-anak. Bila datang bersama rombongan, orang tua cukup membayar Rp 1000, dan anak-anak sebesar Rp 500 saja. Sementara untuk turis atau wisatawan asing, membayar Rp 10 ribu.
Harga yang sangat murah untuk melihat berbagai koleksi kenangan seorang maestro kenamaan Indonesia. Pengunjung dapat mendatangi museum ini pada hari Selasa hingga Jumat mulai jam 8 pagi hingga jam 4 sore. Sementara di hari Sabtu dan Minggu, waktu buka maju sejam mulai jam 9 pagi hingga 3 sore. Hari Senin, museum tutup.
Mengintip Sekilas Kehidupan Pribadi
Di bagian bangunan yang dulunya rumah, pengunjung dapat melihat suasana tempat tinggal Basoeki Abdullah. Mulai dari ruang tamu hingga kamar tidur sang maestro. Pengunjung seolah dibawa pada suasana kehidupan pribadi yang pernah dijalani sang maestro di rumah itu.
Sebagai informasi, hampir 26 tahun lalu, tepatnya pada 5 November 1993, sosok kenamaan ini meninggal dunia di rumah yang sekarang dijadikan museum ini. Ternyata, Basoeki Abdullah telah mempersiapkan akta waris.
Akta waris itu menyebutkan agar menjadikan rumah dan lukisannya sebagai museum. Setelah diserahkan kepada pemerintah pada tahun 1998, renovasi pun dilakukan. Museum Basoeki Abdullah resmi dibuka pada tahun 2001.
Area Koleksi
Memasuki area koleksi, pengunjung dapat menikmati berbagai lukisan serta barang-barang pribadi Basoeki Abdullah. Koleksi wayang, patung, topeng, sampai dengan senjata mengisi museum ini. Memberikan gambaran tentang sosok Basoeki Abdullah dan kecintaannya yang tinggi terhadap benda-benda seni.
Koleksi
Sekedar gambaran, jumlah koleksi terdiri dari 123 koleksi hibah, 720 buah koleksi pribadi berupa barang dan benda seni. Di museum ini, terkuak salah satu kegemaran Basoeki Abdullah selain seni yaitu membaca buku. Terlihat dari jumlah koleksi buku-buku dan majalah yang jumlahnya sekitar 3000 buah.
Tidak cukup dengan memajang barang koleksi, Museum Basoeki Abdullah juga dilengkapi dengan ruang audio visual. Fasilitas ini memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk dapat menikmati kisah serta koleksi sang maestro dalam bentuk visual.
Salah satu pojok museum juga menampilkan komentar tokoh-tokoh seniman tentang pandangan mereka terhadap Basoeki abdullah. Sebut saja beberapa diantaranya, seperti komentar dari S. Sudjojono (pelukis) dan Bagong Koessoediardjo (seniman).
Salah satu yang menarik perhatian pengunjung adalah mural besar yang terpampang di tembok dalam gedung baru. Pengunjung dapat menikmati mural tersebut dari lantai atas. Mural ini terlihat begitu mendominasi dan enak dilihat.
Tak heran, bila pengunjung yang hadir, selalu menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan foto-foto bersama atau swa foto untuk mengenang salah satu pojok museum yang instagrammable ini.
Sumber Inspirasi dan Kreativitas
Tidak hanya memajang barang koleksi, Museum Basoeki Abdullah juga menyelenggarakan berbagai kegiatan, seperti pameran, lomba, dan workshop untuk menghidupkan museum. Selain itu, Museum Basoeki Abdullah juga berupaya untuk terus mengangkat semangat masyarakat agar lebih mencintai seni dan budaya.
Salah satu contohnya yaitu melalui penyelenggaraan Basoeki Abdullah Art Award. Pada tahun 2019 ini, penyelenggaraan BAAA memasuki kali ketiga. Setelah pertama kali diselenggarakan pada 2013, dan kemudian kedua pada tahun 2016.
Kehadiran Museum Basoeki Abdullah dapat menjadi sarana informasi bagi generasi mendatang tentang sosok dan karya-karya seorang maestro seni lukis Indonesia. Keberadaan museum ini membuat koleksi karya-karya dan juga sosok sang maestro dapat terus menjadi inspirasi serta tak lekang oleh waktu.
Sosok Basoeki Abdullah patut menjadi contoh bahwa memperjuangkan dan mengharumkan nama Indonesia tidak melulu dengan mengangkat senjata. Ia adalah sosok pahlawan yang meninggikan nama Indonesia, dan ia melakukannya dengan penuh cinta melalui budaya seni.
“Saya berjuang untuk negara saya tidak pakai senjata, tapi senjata saya kebudayaan, Budaya Seni”