Tidar: antara Mitos dan Fakta

Bagikan

 

Ada penunjuk arah

Travellers tidak perlu takut tersasar di antara pepohonan besar. Ada plang – plang keterangan arahnya, kok. Capai? Lelah? Travellers bisa beristirahat sejenak atau menunggu teman yang tertinggal di bawah dengan duduk di bangku – bangku yang telah disediakan.

Tapi jangan berlama – lama, nanti betah dan malah tidak sampai puncak, deh. Di tengah – tengah perjalanan nanti, Travellers akan melewati beberapa makam dengan tulisan huruf China. Jadi pastikan Travellers bersikap sopan ya, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur warga setempat yang dimakamkan di Tidar.

Setelah beberapa menit mendaki, akhirnya sampai. Tapi bukan di puncak Tidarnya, lho. Travellers sampai di Makam Kyai Sepanjang, alat sakti Syekh Subakir yang digunakan untuk mengalahkan jin penunggu Tidar.

Jangan berisik, ya Travellers. Biasanya banyak peziarah yang sedang sembahyang menggunakan dupa dan bunga nyekar. Di sekitar makam itu juga terdapat Masjid Pancaran Amal Gunung Tidar. Ada spot foto, tempat menjual makanan dan minuman, juga toilet. Lengkap bukan fasilitasnya?

Makam

Di pos berikutnya, terdapat Makam Syekh Subakir yang kondisi sekitarnya sunyi walaupun ramai peziarah. Setelah melewati dua makam tadi, barulah Travellers sampai di puncak.

Di sana, Travellers akan melihat lahan tanah yang luas dan Tugu Pahlawan yang menjadi tanda perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia oleh warga Magelang.

Prasasti Tugu Pancer

Dari sudut manapun di sekitar Magelang, tugu ini pasti terlihat dari kejauhan. Tak jauh dari tugu yang tingginya menjulang itu, terdapat prasasti yang kerap di sebut Tugu Pancer.

Prasasti inilah yang diyakini sebagai Pakunya Tanah Jawa. Konon katanya, Pulau Jawa yang berbentuk seperti perahu memanjang itu terombang – ambing di laut. Kemudian Dewa menancapkan sebuah paku tepat di tengah Pulau Jawa, di Tidar itu tepatnya.

Jika paku tersebut dicabut, Pulau Jawa akan tenggelam. Di prasasti itu terdapat tiga huruf Jawa (Aksara Jawa) berbunyi “Sa”. Sa yang pertama ialah “Sopo”, yang kedua “Salah”, dan terakhir “Saleh”. Maksudnya, barang siapa yang berbuat atau memiliki kesalahan harus mengakuinya dan meminta maaf.