Hukum Badal Haji bagi Perempuan, Boleh Tidak?

badal haji bagi perempuan

Bagikan

Islam memberi keleluasaan bagi keluarga yang hendak menghajikan saudaranya yang telah meninggal dunia dan belum sempat mengerjakan haji. Hal ini disebut dengan badal haji, atau mengerjakan haji mengatasnamakan orang lain.

Menghajikan orang lain, atau badal haji pernah dicontohkan oleh salah satu sahabat pada zaman Nabi Muhammad SAW. Namun, saat itu yang mengerjakan adalah seorang sahabat laki-laki.

Lantas, bagaimana dengan perempuan? Apakah perempuan boleh mengerjakan haji dengan mengatasnamakan orang lain?

Dalam buku yang berjudul Fiqih Wanita, karya Seyekh Kamil Muhammad Uwaidah menjelaskan kesepatakan ulama mengenai badal haji bagi seorang wanita.

Merujuk pada hadis hasan sahih yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, bahwa diperbolehkan bagi seorang perempuan untuk mengerjakan haji dengan mengatasnamakan orang lain, aliar badal haji.

Sedangkan menurut empat imam, yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hambali juga menyatakan hal senada, yaitu diperbolehkan bagi seorang wanita untuk menunaikan haji dengan mengatasnamakn orang lain meskipun orang lain itu laki-laki.

Dalam buku itu dijelaskan bahwa hukum itu merujuk pada suatu kisah di mana ada seorang wanita dari kabilah Khats’amiyah bertanya kepada Rasulullah terkait dirinya yang mau menghajikan ayahnya.

Wanita itu bertanya kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah sesungguhnya kewajiban haji itu berlaku atas semua hamba-Nya, ayahku telah mendapatkan kewajiban itu, sedangkan ia sudah sangat tua. Untuk itu apa yang harus aku lakukan?”

Menanggapi pertanyaan itu, Rasulullah SAW memerintahkan kepada wanita itu untuk mengerjakan ibadah haji dengan mengatasnamakan ayahnya.

Ketarangan Lain Soal Badal Haji

Sementara menurut para ulama dari kalangan sahabat nabi dan juga yang lainnya diperbolehkan untuk mengamalkan hal itu.

pendapat senada juga disampaikan ats-Tsauri, Ibnu Mubarok Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Dalam hal ini Imam Malik menegaskan, jika hal itu diwasiatkan, maka harus ditunaikan.

“Adapun Syafi’i dan Ibnu Mubarok memberikan keringanan untuk menghajikan orang dewasa yang masih hidup, akan tetapi dalam keadaan tidak mampu menunaikannya,” kata Syekh Kamil Muhammad Uwaidah.

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah mengatakan, dari hadis di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Muslimah diperbolehkan menunaikan haji bagi orang laki-laki dan juga wanita lainnya.

Sebaliknya laki-laki Muslimah juga boleh menunaikan haji untuk orang laki-laki dan juga  Muslimah yang lain serta tidak ada nash yang menentang akan hal ini.