Ka’bah merupakan pusat ibadah bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Bahkan bangunan ini menjadi pertama yang didirikan atas nama Allah, untuk menyembah dan menyesakan-Nya. Maka Ka’bah kemudian dikenal dengan sebutan baitullah (rumah Allah) di bumi ini.
Orang yang pertama kali mendirikan Ka’bah adalah Nabi Ibrahim as yang ketika itu juga dibantu oleh anaknya, Nabi Ismail as., Nabi Ibrahim as. mulai membangun Ka’bah sesuai dengan dengan perintah Allah. Hal ini dikisahkan dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 127:
“Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), ‘Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amal kami). Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Adapun bahan bangunan Ka’bah pada saat itu didatangkan dari lima gunung, yaitu gunung Thursina (gunung Sinai), Thurzita, Libnan, Judi, dan gunung Nur. Proses akhir pembangunan Ka’bah ditandai dengan peletakan Hajar Aswad di pojok tenggara Ka’bah.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, Ka’bah beberapa kali ditimpa bencana, misalnya saja banjir dan kebakaran hingga menyebabkan bangunan dan dindingnya rusak dan bahkan hancur.
Pertama, pembangunan Ka’bah dilakukan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Sesuai dengan QS al-Baqarah di atas, Nabi Ibrahim membangun Ka’bah atas perintah Allah. Ketika itu, Nabi Ibrahim meninggikan bangunan Ka’bah hingga 7 hasta, dengan panjang 30 hasta, dan lebar 22 hasta. Sementara pendapat lain menyebutkan kalau tinggi Ka’bah adalah 9 hasta. Saat itu, Ka’bah belum dilengkapi dengan atap.
Kedua, pembangunan Ka’bah dikerjakan kaum Quraisy. Beberapa tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi, banjir bandang menerjang Makkah hingga menyebabkan sebagian dinding Ka’bah roboh. Kaum Quraisy kemudian membangun kembali Ka’bah yang rusak itu. Nabi Muhammad yang saat itu diperkirakan berusia 35 tahun juga ikut serta dalam pembangunan Ka’bah. Beliau mengangkut batu di atas pundaknya dengan beralaskan selembar kain. Ia bahkan sempat tersungkur ketika membawa batu-batu itu.
Ketiga, pembangunan Ka’bah pada masa Khalifah Yazid bin Muawiyah. Pada akhir tahun ke-36 H, pasukan Yazid bin Muawiyah di bawah komando al-Hushain bin Numair as-Sakuni menyerbu Abdullah bin Zubair dan pengikutnya di Makkah. Peperangan itu menyebabkan sebagian besar dinding Ka’bah roboh dan terbakar. Abdullah bin Zubair meminta saran kepada yang lainnya terkait dengan pembangunan Ka’bah, apakah dibangun bagian-bagian yang rusak saja atau diratakan semuanya baru kemudian dibangun kembali.
Setelah menerima beberapa usulan, Abdullah bin Zubair akhir meratakan Ka’bah dengan tanah. Ia kemudian membangun tiang-tiang di sekelilingnya dan menutupinya dengan tirai. Abdullah bin Zubair menambah bangunan Ka’bah 6 hasta, dari yang dulu dikurangi kaum Quraisy. Ia juga menambah tinginya 10 hasta dan membuat dua pintu; satu pintu untuk masuk dan satunya lagi untuk keluar. Dia berani melakukan ini, merombak bentuk dan pososo Ka’bah, karena mengikuti hadits Nabi Muhammad di atas.
Keempat, pembangunan Ka’bah dilakukan setelah Abdullah bin Zubari wafat. Setelah Abdullah bin Zubari terbunuh, al-Hajjaj melaporkan kepada Khalifah Dinasti Umayyah saat itu, Malik bin Marwan, bahwa Ibnu Zubair telah mendirikan pondasi Ka’bah yang diperselisihkan oleh para pemuka Makkah. “Kalau tinggi bangunan yang dia (Abdullah bin Zubair), biarkah saja. Namun, panjang bangunan itu yang meliputi Hijir Ismail, kembalikanlah seperti semula. Dan tutuplah pintu yang dia buka,” perintah Malik bin Marwan kepada al-Hajjaj. Al-Hajjaj kemudian meratakan dan membangun kembali Ka’bah seperti sebelum Abdullah bin Zubair mengubahnya.